KUTAI KARTANEGARA : Desa Muara Siran, yang terletak di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, merupakan salah satu wilayah yang memiliki hutan lahan gambut yang cukup luas dan potensial.

Sekitar 80 persen wilayah desa berupa hutan rawa sekunder (gambut) yang terbentang seluas sekitar 9 ribu hektare.
Meliputi 2,7 ribu hektare merupakan area kawasan pusat pendidikan gambut, sungai-sungai kecil dan memiliki destinasi wilayah unggulan berupa Danau Muara Siran seluas 1.471 hektare.
Hal itu menempatkan Muara Siran sebagai salah satu harta berharga Kalimantan Timur (Kaltim) dalam perannya mendukung program Forest Carbon Partnership Facility Carbon (FCPF-CF).
Sekretaris Desa Muara Siran, Mutawi, bilang dalam mengimplementasikan program pengurangan emisi carbon tersebut, masyarakatnya telah konsisten melakukan upaya melindungi lahan gambut dari deforestasi dan degradasi hutan.
“Kami telah komitmen melakukan rehabilitasi, restorasi dan perlindungan terhadap hutan lahan gambut berbasis masyarakat,” ungkapnya saat kunjungan Biro Admin Setdaprov Kaltim bersama awak media program FCPF-CF, Jumat (28/7/2023).
Dijelaskan, selain sangat potensial dalam mengikat karbon dan menekan efek rumah kaca, upaya pelestarian lahan gambut telah menciptakan keselarasan lingkungan terhadap peningkatan ekonomi.
Pemanfaatan jasa lingkungan lahan gambut dengan memadukan dan menyerasikan kepentingan antar sektor dan masyarakat telah menghasilkan tata ruang yang harmonis antara manusia dan lingkungan.
Disebutkannya para warga yang dulunya mayoritas sebagai nelayan pencari ikan di sungai dan rawa-rawa (gambut), kini telah menggantungkan mata pencahariannya dengan membangun sarang burung walet.
“Usaha warga kami di sini beraneka macam, dulu nelayan sekarang mayoritas burung walet. Sudah ada sekitar 500 rumah sarang walet yang tersebar di desa,” kata dia.
Karena dengan melestarikan lahan gambut berimplikasi pada baiknya ekosistem pangan burung walet menjadikan masyarakat ramai-ramai menjaga hutan.
Hasilnya masyarakat desa berupaya menjaga lingkungan termasuk mencegah kebakaran hutan agar usaha sarang burung walet mereka tidak rusak.
Lebih lanjut, Mutawi menuturkan pihaknya telah menghimbau masyarakat agar dalam melakukan pemanfaatan lingkungan mengedepankan praktik ramah lingkungan.
Seperti mecari ikan dengan tidak membakar lahan gambut, usaha membuat arang harus diawali dengan menanam pohonnya (Kayu Halaban) dan nelayan dengan alat tradisional.
“Sehingga tadinya, warga kita kalau sulit untuk mencari ikan bisa tidak ramah lingkungan dengan membakar gambut,” katanya.
Namun seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat (usaha sarang walet dan wisata), maka kegiatan warga lebih banyak ramah lingkungan,” terangnya. (*)

