MANOKWARI: Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih di Papua Barat dinilai sebagai langkah strategis dalam memperkuat kemandirian ekonomi desa dan menjadikan masyarakat Papua sebagai subyek dalam sistem ekonomi nasional.
Hal itu ditegaskan Wakil Menteri Koperasi dan UKM (Wamenkop) Ferry Juliantono, selaku Koordinator Ketua Pelaksana Harian Satgas Percepatan Pembentukan Kopdes/Kel Merah Putih, dalam acara Dialog Monitoring Kopdes/Kel Merah Putih di Manokwari, Papua Barat, Sabtu, 28 Juni 2025.
“Koperasi ini bukan hanya alat ekonomi, tetapi ruang kolaborasi masyarakat untuk membangun kesejahteraan bersama. Kopdes Merah Putih adalah manifestasi pendekatan kesejahteraan oleh negara,” ujar Ferry.
Wamenkop mengapresiasi capaian Papua Barat yang telah membentuk 100% Kopdes/Kel Merah Putih.
Ia menyebut, kondisi saat ini banyak petani, nelayan, dan pelaku ekonomi rakyat di Papua Barat belum mendapatkan keadilan ekonomi.
“Harga produk di tingkat produsen sangat rendah, namun di tingkat konsumen bisa melonjak tinggi karena terlalu banyak perantara atau middleman,” katanya.
Dengan kehadiran koperasi desa, rantai distribusi yang panjang diyakini bisa dipangkas, sehingga masyarakat desa dapat menikmati nilai tambah secara langsung.
Wamenkop juga menyoroti masalah tingginya harga bahan pokok di Papua Barat, yang sebagian besar masih bergantung pada suplai dari luar daerah.
Padahal, banyak kebutuhan dasar sebenarnya dapat diproduksi dari desa-desa setempat.
Selain itu, ia menekankan pentingnya Kopdes dalam menyerap tenaga kerja lokal, terutama anak muda, agar tidak lagi terdorong untuk pindah ke kota akibat minimnya lapangan kerja di desa.
“Kopdes Merah Putih akan menciptakan peluang kerja bagi kaum muda terdidik di desa, dan menghentikan urbanisasi yang masif,” tegasnya.
Program Kopdes Merah Putih juga akan menyentuh aspek kesehatan dan akses keuangan desa.
Wamenkop menyebut Presiden Prabowo ingin koperasi desa mampu menyediakan apotek desa dan klinik desa, untuk memperkuat layanan kesehatan dan menjaga harga obat tetap terjangkau.
Tak hanya itu, ia menyoroti masalah maraknya pinjaman online dan rentenir di desa. Dengan koperasi desa, masyarakat diharapkan tidak lagi terjebak pada praktik pinjaman yang merugikan.
“Dengan Kopdes, kita bisa hilangkan ketergantungan terhadap pinjol dan tengkulak,” katanya.
Per akhir Juni 2025, Ferry menyebut sudah terbentuk lebih dari 80.000 Kopdes/Kel Merah Putih secara nasional.
Namun ia menegaskan, peran Papua Barat sangat penting karena potensi desa di wilayah ini sangat besar.
Langkah selanjutnya dalam tiga bulan ke depan (Juli–Oktober 2025) adalah menyiapkan model bisnis, pelatihan SDM pengurus dan pengelola koperasi, serta pengawasan kelembagaan.
“Ini adalah tahap krusial yang membutuhkan kerja sama semua pihak agar implementasi bisa terarah dan efektif,” ujarnya.
Untuk Papua Barat, Wamenkop mengungkapkan akan disiapkan dua model percontohan Kopdes, masing-masing di wilayah pertanian dan wilayah pesisir.
Percontohan tersebut akan menjadi model ideal yang nantinya mendapat pembiayaan dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
“Kita harapkan Papua Barat bisa menjadi model nasional pengembangan koperasi desa berbasis potensi lokal,” ujar Ferry.

