
KUKAR : Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara menyatakan bahwa kebijakan transmigrasi nasional kini mengalami perubahan pendekatan.
Sebelumnya, transmigrasi berorientasi pada pendistribusian penduduk dari wilayah padat ke daerah baru. Kini, fokusnya beralih ke penciptaan ekonomi berbasis kawasan.
Pria yang kerap disapa Sulaiman ini menjelaskannya dalam Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang digelar secara virtual, Senin, 17 Maret 2025.
Para pejabat teras di lingkup Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) mengikutinya di ruang rapat sekretaris daerah.
Acara itu dirangkai dengan penandatanganan nota kesepahaman sinergi tugas dan fungsi di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, pemerintahan dalam negeri, kehutanan, transmigrasi dan Informasi geospasial, pemeriksaan kesehatan gratis serta implementasi program 3 Juta Rumah.
Dalam penjelasannya, Sulaiman menyatakan bahwa pihaknya telah mempelajari berbagai tantangan dalam kebijakan transmigrasi selama tiga bulan terakhir.
Ia mengakui transmigrasi di masa lalu cukup berhasil dalam mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa hingga 7 persen. Kemudian, menciptakan lebih dari 1.500 desa definitif, ratusan ibu kota kecamatan, serta sejumlah ibu kota kabupaten dan provinsi.
“Namun, pendekatan kuantitatif yang hanya berorientasi pada perpindahan penduduk menimbulkan kecemburuan sosial. Kini, kami mengedepankan pendekatan berbasis kualitas dan industrialisasi,” ujarnya.
Sulaiman menegaskan paradigma baru ini akan berfokus pada pembangunan kawasan yang menciptakan ekonomi produktif.
“Kami ingin memastikan bahwa kawasan transmigrasi bukan sekadar tempat tinggal baru, tetapi juga pusat pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Untuk mendukung perubahan ini, Kementerian Transmigrasi menyiapkan lima program utama. Pertama, Trans Tuntas yang memastikan kepastian hukum atas lahan bagi transmigran. Kedua, Transmigrasi Lokal yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat setempat.
“Transmigrasi lokal ini nantinya akan diterapkan di seluruh wilayah Indonesia,” jelasnya.
Ketiga, Transmigrasi Patriot yang mendorong partisipasi generasi muda untuk melakukan pendampingan dan pemberdayaan di kawasan transmigrasi.
Keempat, Transmigrasi Karya Nusantara yang bertujuan menciptakan lapangan kerja di berbagai sektor, seperti perkebunan, peternakan, pariwisata, dan kesehatan.
Terakhir, Transmigrasi Gotong Royong yang berfokus pada revitalisasi kawasan transmigrasi yang sudah ada agar tetap berkembang secara berkelanjutan.
Sulaiman juga menyoroti salah satu hambatan utama dalam kebijakan transmigrasi adalah persoalan kepemilikan lahan, legalitas hak, dan konflik agraria.
Oleh karena itu, ia mengapresiasi kerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang akan mendukung penyelesaian masalah ini.
Dengan adanya MoU, pihaknya berharap kendala terkait lahan bisa diselesaikan dengan lebih cepat dan sistematis. (Adv)

