SAMARINDA: Pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikasmen) siap menggulirkan paradigma baru dalam sistem evaluasi pendidikan nasional.
Mulai November 2025, Tes Kompetensi Akademik (TKA) akan diterapkan sebagai instrumen penilaian nasional berbasis individu, dimulai untuk jenjang SMA, SMK, dan MA.
Sementara untuk tingkat SD dan SMP, penerapan TKA direncanakan menyusul pada tahun 2026.
TKA dirancang berbeda dari Asesmen Nasional (AN) yang selama ini digunakan untuk mengevaluasi mutu satuan pendidikan dan kinerja pemerintah daerah. TKA menilai kompetensi akademik tiap siswa secara individual, dengan skema pelaksanaan yang seragam secara nasional.
“Tahun ini kita akan menerapkan TKA untuk jenjang SMA, SMK, dan MA. SD dan SMP menyusul tahun depan. Ini adalah penilaian terhadap individu siswa,” kata Kepala BSKAP Kemendikasmen RI, Toni Toharudin, dalam acara Sosialisasi TKA di Hotel Mercure Samarinda, Sabtu, 24 Mei 2025.
Toni menyebut pelaksanaan TKA telah diselaraskan dengan agenda nasional lain, khususnya jalur prestasi dalam penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri. Hasil TKA dapat menjadi rujukan tambahan dalam seleksi tersebut.
“Pelaksanaan akan disinergikan dengan jalur prestasi penerimaan mahasiswa baru. TKA ini tidak menentukan kelulusan, tapi hasilnya bisa digunakan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,” jelasnya.
Ujian ini akan dilaksanakan sepenuhnya secara Computer Assisted Test (CAT). Meski tanpa uji coba besar, Kemendikasmen akan melakukan sosialisasi masif kepada pemerintah daerah untuk memastikan kesiapan semua pihak.
Toni optimistis, meskipun TKA belum menjadi kewajiban, para siswa tetap akan mengikuti karena adanya insentif strategis, terutama terkait kelanjutan studi.
“Meskipun tidak wajib, saya yakin siswa akan tertarik karena hasilnya bisa digunakan untuk jalur prestasi. Sarpras di tingkat atas relatif sudah siap di seluruh provinsi,” ujarnya.
Berbeda dari Ujian Nasional (UN) yang pernah berlaku, TKA tidak menjadi penentu kelulusan. Namun, hasilnya tetap digunakan sebagai alat evaluasi nasional untuk pemetaan kualitas pendidikan dan bahan intervensi kebijakan.
“Dengan TKA ini, kita bisa mempercepat pemetaan mutu karena kita melihat langsung hasil belajar tiap siswa. Ini akan sangat membantu dalam memperbaiki kualitas pendidikan nasional secara keseluruhan,” terang Toni.
Selain itu, TKA juga akan digunakan dalam konteks ujian kenaikan kelas, bukan kelulusan akhir. Penilaian tetap mengacu pada rapor sebagai instrumen utama, dengan TKA sebagai pelengkap berbasis standar nasional.
“Rapor tetap digunakan sebagai penilaian utama, tapi TKA ini jadi instrumen tambahan yang nilainya berskala nasional,” tegasnya.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, mengapresiasi Kalimantan Timur yang menjadi wilayah pertama pelaksanaan sosialisasi TKA. Ia menilai langkah ini penting untuk menyempurnakan sistem sebelum diberlakukan secara nasional.
“Kami mengapresiasi Kaltim yang bersedia menjadi lokasi pertama sosialisasi TKA. Ini penting karena permen belum terbit, jadi kita masih punya ruang untuk memberikan masukan agar sistem ini lebih baik saat diterapkan nanti,” ujar Hetifah.
Hetifah berharap pendekatan penilaian berbasis individu dapat memacu semangat siswa sekaligus tetap menjaga kenyamanan belajar di lingkungan sekolah.
“Kita ingin anak-anak semakin termotivasi, namun juga tetap ingin mempertahankan hal-hal positif yang sudah berjalan baik dalam dunia pendidikan kita,” tambahnya.

