
SAMARINDA: Anggota Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Baharuddin Demmu, menyatakan bahwa ketidakjelasan status jalan yang melintasi lahan warga di Rapak Indah, Kelurahan Loa Bakung, menjadi kendala hukum utama dalam menentukan siapa pihak yang bertanggung jawab atas ganti rugi.
“Soal ganti rugi itu masih sebatas usulan masyarakat. Lahan ini masih perlu diverifikasi lebih lanjut, karena statusnya bukan jalan provinsi maupun jalan kota,” ujarnya usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama warga dan pihak terkait di Gedung E DPRD Kaltim, Senin, 4 Agustus 2025.
Permasalahan ini mencuat kembali setelah warga menuntut kejelasan nasib atas lahan seluas 2,9 hektare yang kini digunakan sebagai jalan umum.
Mereka menyebut belum pernah ada pembicaraan resmi soal pembebasan lahan maupun kompensasi sejak akses tersebut digunakan sejak 2017.
Baharuddin menambahkan, berdasarkan data terakhir, jalan tersebut sebelumnya sempat tercatat sebagai aset Pemerintah Kota Samarinda, namun kini tidak lagi diakui oleh pemkot maupun pemprov, sehingga dikategorikan sebagai jalan non-status.
“Pemprov tidak pernah menyatakan bahwa itu jalan provinsi. Pemkot juga tidak lagi mencatatnya. Maka sampai sekarang belum ada pihak yang bisa secara legal memberikan ganti rugi. Kita butuh legal opinion dari Kejaksaan Negeri Samarinda untuk memperjelas,” tegasnya.
Kuasa hukum warga Rapak Indah, Nur Rohmi Rahmatullah, menyambut baik fasilitasi DPRD dan berharap penyelesaian dapat dilakukan secara damai. “Kami mendorong metode non-litigasi. Jika nanti memang ada dasar hukum yang kuat dari kejaksaan, maka proses ganti rugi bisa segera dilakukan tanpa perlu menggugat pemerintah,” ujarnya.
Warga berharap agar hak mereka sebagai pemilik lahan diakui secara hukum. “Jalan itu dulunya memang milik warga. Sekarang sudah jadi akses utama, tapi tidak ada pembicaraan resmi pembebasan atau ganti rugi,” kata salah satu warga.
DPRD Kaltim berkomitmen segera menyurati Kejaksaan Negeri Samarinda untuk meminta pendapat hukum terkait status aset dan mekanisme kompensasi yang memungkinkan.
Hasil legal opinion tersebut akan menentukan langkah berikutnya apakah tanggung jawab berada di Pemkot, Pemprov, atau perlu pendekatan lain.

