
SAMARINDA: Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Sarkowi V Zahry, menyampaikan kritik terhadap tanggapan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Pendidikan yang merupakan inisiatif DPRD.
Ia menilai pendapat gubernur yang dibacakan dalam Rapat Paripurna ke-23 DPRD Kaltim, Senin, 14 Juli 2025, cenderung normatif dan belum menyentuh substansi penting terkait program pendidikan gratis.
“Saya membaca pendapat gubernur, tapi isinya sangat normatif. Padahal saya berharap ada tanggapan yang lebih dalam dan komprehensif terhadap Raperda ini,” ujar Sarkowi saat interupsi dalam rapat paripurna di Gedung Utama DPRD Kaltim.
Rapat tersebut membahas pendapat gubernur terhadap Raperda inisiatif DPRD tentang penyelenggaraan pendidikan.
Pihak eksekutif diwakili oleh Staf Ahli Gubernur Bidang III, Arief Murdiyatno.
Menurut Sarkowi, meskipun Raperda ini merupakan inisiatif DPRD periode sebelumnya, keberadaan program unggulan Pemerintah Provinsi Kaltim seperti Gratispol (gratis pendidikan dan bantuan perguruan tinggi) seharusnya bisa diselaraskan dan diatur secara tegas dalam Perda maupun substansi Raperda.
Ia menilai hal tersebut justru tidak dibahas dalam tanggapan gubernur.
“Kalau kita jujur, dengan posisi gubernur sekarang yang punya program Gratispol, maka norma hukumnya harus jelas dalam Raperda ini. Tapi sayangnya, dalam pendapat gubernur tidak dibahas sama sekali soal Pergub bantuan pendidikan perguruan tinggi atau sekolah gratis,” tegasnya.
Sarkowi menyarankan agar persoalan ini menjadi bahan pembahasan lebih lanjut, terutama bila nanti dibentuk Panitia Khusus (Pansus) oleh DPRD.
Ia menilai penting adanya diskusi lanjutan antara Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) dan pihak eksekutif untuk mengkaji apakah program Gratispol dapat diangkat menjadi substansi Perda.
Politikus Golkar ini juga mengingatkan bahwa Perda idealnya dibentuk berdasarkan evaluasi pelaksanaan kebijakan yang sudah berjalan, bukan sebaliknya.
Menurutnya, program seperti Gratispol seharusnya terlebih dahulu diimplementasikan dan dievaluasi sebelum diatur secara normatif dalam Perda.
“Biasanya kita buat Perda berdasarkan dinamika persoalan di masyarakat. Tapi dalam kasus ini, Pergub bantuan pendidikan belum berjalan, belum ada evaluasinya, dan belum jelas respon masyarakatnya. Maka akan terbalik jika buru-buru dimasukkan ke dalam Raperda,” jelasnya.
Sarkowi berharap masukan ini menjadi catatan penting bagi pemerintah provinsi, khususnya kepada Wakil Gubernur Kaltim agar substansi Raperda tidak hanya bersifat simbolik, tetapi benar-benar menjawab kebutuhan di lapangan.

