
SAMARINDA: Sekretaris Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Salehuddin, menegaskan bahwa wacana revisi terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) harus ditempatkan dalam kerangka objektif dan rasional. Ia menilai, langkah sebesar revisi undang-undang tidak dapat didorong semata oleh dinamika politik sesaat atau persoalan teknis jangka pendek.
“Kalau ingin revisi UU IKN, harus jelas alasannya. Tidak bisa serta-merta hanya karena ada penundaan atau masalah anggaran,” tegas Salehuddin, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, saat ditemui di Samarinda, Senin, 21 Juli 2025.
Pernyataan ini merespons usulan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem yang menginginkan perubahan terhadap beleid pemindahan ibu kota tersebut. Salah satu gagasan yang diusulkan adalah menjadikan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, bukan lagi pusat pemerintahan nasional.
Menurut Salehuddin, proyek pembangunan IKN hingga saat ini masih berjalan dalam koridor hukum yang sah, meskipun ada keterlambatan dari target semula. Ia menegaskan bahwa penundaan sebagian agenda bukan berarti pembangunan berhenti atau batal.
“Beberapa pembiayaan dari pemerintah pusat tetap berjalan, meski kondisi ekonomi sedang tidak baik. Artinya, progresnya tidak berhenti. Masalahnya lebih pada molornya target,” jelasnya.
Ia menilai bahwa tantangan yang dihadapi dalam pembangunan IKN, seperti isu anggaran atau infrastruktur, merupakan bagian dari dinamika proyek nasional berskala besar. Oleh karena itu, penyesuaian waktu dan strategi harus dilakukan tanpa menggoyahkan kebijakan utama yang telah dituangkan dalam undang-undang.
Lebih lanjut, Salehuddin menilai bahwa potensi skenario terburuk seperti membatalkan pemindahan ibu kota negara dan mengembalikannya ke Jakarta hanya bisa dilakukan melalui prosedur formal dan konstitusional yang jelas.
“Setiap kebijakan sebesar ini tidak bisa hanya dilandasi oleh tekanan opini. Butuh kajian mendalam, kesepakatan politik yang matang, dan pertimbangan konstitusional,” tegasnya.
Menurutnya, usulan perubahan UU IKN harus mengedepankan kepentingan nasional jangka panjang, dan bukan sekadar reaksi atas keterbatasan teknis yang sejatinya bisa diatasi melalui perencanaan dan eksekusi yang lebih baik.
Ia juga mendorong agar semua pemangku kepentingan terlibat dalam kajian mendalam bila revisi memang hendak dilakukan. Tujuannya adalah agar arah pembangunan ibu kota baru tetap konsisten dan tidak tergelincir dalam pertimbangan pragmatis semata.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Saan Mustopa, mengusulkan agar status IKN diturunkan menjadi ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. NasDem menilai bahwa IKN belum sepenuhnya siap menjadi pusat pemerintahan nasional karena masih ada berbagai persoalan krusial yang belum terselesaikan.
Menurut Saan, kesiapan infrastruktur, kejelasan tata kelola, serta kebijakan administratif di kawasan IKN masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Oleh karena itu, menjadikan IKN sebagai pusat administrasi provinsi disebut sebagai kompromi realistis sembari menunggu kesiapan penuh sebagai ibu kota negara.
Namun, pandangan tersebut dinilai belum cukup kuat untuk dijadikan dasar perubahan hukum. Salehuddin kembali mengingatkan bahwa kebijakan strategis seperti pemindahan ibu kota harus didasarkan pada visi kebangsaan yang utuh dan jangka panjang.
“Tidak bisa hanya karena belum siap sekarang, lalu diganti aturannya. Mari kita lihat ini sebagai investasi masa depan, bukan sekadar proyek jangka pendek,” pungkasnya.

