SAMARINDA : Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menetapkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Opsen PKB terendah se-Indonesia.
Tarif PKB kini hanya 0,8%, sedangkan totalnya, jika digabung dengan Opsen PKB, menjadi 1,33%.
Kebijakan ini disampaikan oleh Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim, Ismiati, dalam konferensi pers di ruang Wiek Diskominfo Kaltim Jumat (20/12/2024).
Penurunan tarif PKB ini merupakan arahan langsung dari Penjabat (Pj) Gubernur Akmal Malik sebagai upaya meringankan beban masyarakat.
Kebijakan ini sekaligus menjadi implementasi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), yang akan mulai berlaku pada 5 Januari 2025.
“Kami ingin masyarakat lebih mudah memenuhi kewajiban pajaknya tanpa mengurangi daya beli mereka,” ujar Ismiati.
Tarif PKB sebelumnya sebesar 1,75% kini dipangkas menjadi 0,8%. Sementara itu, tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) juga diturunkan dari 15% menjadi 8%, dengan total tarif (BBNKB + Opsen) sebesar 13,28%.
Penurunan tarif PKB ini memangkas penerimaan provinsi sebesar 34,69% untuk PKB dan 23,81% untuk BBNKB.
Namun, kabupaten/kota justru diuntungkan dengan kenaikan penerimaan.
Penerimaan PKB di kabupaten/kota meningkat 0,57%, sedangkan penerimaan BBNKB naik signifikan hingga 17,33%.
“Kami optimistis kebijakan ini akan memperkuat keseimbangan fiskal antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, sekaligus memberikan manfaat langsung kepada masyarakat,” kata Ismiati.
Selain penurunan tarif, kebijakan ini juga memperkenalkan Opsen sebagai instrumen fiskal yang mendukung kemandirian daerah. Opsen PKB sebesar 66% dari pokok PKB dan Opsen BBNKB sebesar 66% dari pokok BBNKB akan dipungut bersamaan dengan pajak utama.
Menurut Ismiati, Opsen tidak memberikan beban pajak tambahan secara signifikan, tetapi menjadi langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan fiskal, khususnya di tingkat kabupaten/kota.
Kebijakan ini disebut telah melalui perhitungan matang. Pemprov Kaltim memastikan dampaknya tidak akan menambah beban wajib pajak secara signifikan, bahkan diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi daerah di tengah tantangan fiskal.
“Ini adalah langkah nyata untuk menciptakan keseimbangan antara penerimaan daerah dan kemampuan masyarakat,” tutup Ismiati.(*)

