
SAMARINDA: Badan Kehormatan (BK) DPRD Kalimantan Timur resmi menyatakan dua anggota Komisi IV, Andi Satya Adi Saputra dan Darlis Pattalongi, tidak terbukti melakukan pelanggaran etik dalam insiden Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama RS Haji Darjad pada 29 April 2025 lalu.
Kesimpulan ini disampaikan oleh Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi setelah seluruh proses klarifikasi dan pemeriksaan rampung dilakukan, Senin, 21 Juli 2025.
“Setelah kami dalami seluruh bukti dan klarifikasi, tidak ada pernyataan maupun sikap yang melecehkan profesi advokat. Forum RDPU saat itu ditujukan kepada institusi rumah sakit, bukan kuasa hukumnya,” ujar Subandi.
Menurut BK, permintaan agar kuasa hukum RS Haji Darjad meninggalkan ruang rapat tidak melampaui kewenangan lembaga, melainkan dilakukan sesuai dengan ketentuan kelembagaan dan tata tertib DPRD.
“Tidak terdapat unsur penghinaan maupun pelanggaran terhadap kode etik dan tata tertib dewan,” tegas Subandi.
Laporan terhadap Andi Satya dan Darlis sebelumnya diajukan oleh DPD Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Kalimantan Timur bersama Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim pada 14 Mei 2025. Mereka mempersoalkan sikap kedua legislator yang dinilai tidak menghormati kehadiran dan profesi advokat dalam forum RDPU.
Namun, dalam proses pemeriksaan, BK menyatakan bahwa kehadiran kuasa hukum RS memang sah secara hukum, tetapi dalam konteks forum kelembagaan DPRD, penjelasan langsung dari pimpinan institusi yang diundang tetap menjadi prioritas utama.
“Secara kelembagaan, forum RDPU menitikberatkan pada akuntabilitas langsung dari pihak yang diundang, dalam hal ini manajemen RS Haji Darjad. Kehadiran kuasa hukum tidak serta merta menggantikan fungsi itu,” jelas Subandi.
BK DPRD Kaltim juga menegaskan bahwa pemeriksaan telah dilakukan dengan mengacu pada berbagai regulasi, antara lain Pasal 126 ayat (8) Tata Tertib DPRD Kaltim, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, serta kode etik dewan.
Selama proses berlangsung, pelapor telah diberi ruang untuk menyampaikan keterangan tambahan dan bukti pendukung. Namun, hingga tahap akhir tidak ditemukan fakta baru yang dapat memperkuat dugaan pelanggaran etik.
Dengan demikian, BK memutuskan tidak melanjutkan perkara ini ke tahap mediasi maupun sidang etik. Keputusan ini bersifat final dan tidak dapat ditinjau ulang dalam konteks internal DPRD.
“Keputusan ini tidak hanya soal siapa yang benar atau salah, tapi soal bagaimana menjaga marwah lembaga dan membangun relasi antarprofesi yang saling menghargai,” ungkap Subandi.
Ia juga berharap bahwa ke depan, komunikasi dan koordinasi antara DPRD dan mitra eksternal, termasuk kalangan advokat, dapat berlangsung lebih konstruktif dan tidak menimbulkan salah persepsi.
RDPU antara Komisi IV DPRD Kaltim dan RS Haji Darjad kala itu membahas berbagai laporan masyarakat terkait pelayanan dan pengelolaan rumah sakit. Polemik muncul ketika perwakilan advokat diminta meninggalkan forum, sehingga memicu laporan etik ke BK DPRD Kaltim.
Kini, dengan keputusan resmi yang disampaikan BK, polemik tersebut dinyatakan selesai secara kelembagaan.

