
SAMARINDA: Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, H. Baba, menegaskan bahwa perpindahan SMA Negeri 10 Samarinda dari Kampus Cendana ke Kampus Melati merupakan langkah strategis dalam rangka optimalisasi aset pendidikan yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
Pemindahan tersebut mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2025/2026 dan langsung menuai berbagai reaksi, terutama dari para orang tua siswa.
Mereka menyampaikan keluhan melalui media sosial terkait jauhnya lokasi, sarana dan prasarana yang belum lengkap, serta kekhawatiran menurunnya semangat belajar siswa di lokasi baru.
Menanggapi keluhan itu, H. Baba meminta masyarakat tidak buru-buru menyimpulkan hal-hal negatif terkait perpindahan tersebut.
Ia menyebut bahwa langkah Dinas Pendidikan dan pihak sekolah sudah melalui kajian dan pertimbangan panjang.
“Kalau bilang fasilitas belum memadai, menurut saya tidak. Sekolah dan pemerintah bisa menyiapkan sarana, walau dengan waktu yang tidak sesingkat-singkatnya,” ujar Baba usai mengikuti rapat kerja di Gedung B DPRD Kaltim, Senin, 4 Agustus 2025.
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, keluhan yang ramai dibicarakan justru berasal dari reaksi emosional para wali murid, bukan siswa secara langsung.
Ia menekankan pentingnya memberi waktu pada proses adaptasi siswa terhadap lingkungan baru.
“Masa baru masuk sepuluh hari langsung dibilang prestasi menurun? Jalani dulu satu semester, baru kita lihat,” tegas Baba. “Pemerintah akan menyiapkan yang terbaik untuk anak-anak kita,” tambahnya.
Sebagaimana diketahui, perpindahan SMA Negeri 10 dari Kampus Cendana di Jalan PM Noor ke Kampus Melati di Samarinda Seberang merupakan kebijakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaltim.
Kampus Cendana sebelumnya hanya difungsikan sebagai lokasi sementara sejak tahun 2022, sedangkan Kampus Melati merupakan lokasi permanen yang sempat tak terpakai secara optimal.
Kebijakan pemindahan ini juga ditujukan untuk mendukung pemerataan pemanfaatan aset pendidikan di kawasan Samarinda Seberang yang selama ini cenderung kurang mendapat perhatian.
Meski demikian, sejumlah wali murid tetap menyuarakan kekhawatiran.
Mereka menyebut lokasi baru lebih jauh, membutuhkan biaya transportasi lebih besar, serta belum sepenuhnya memiliki fasilitas pendukung seperti laboratorium, ruang praktik, dan sarana ekstrakurikuler.
Beberapa orang tua bahkan menyampaikan bahwa anak-anak mereka mengalami penurunan semangat belajar karena merasa kesulitan beradaptasi dengan suasana dan lingkungan sekolah yang baru.
Terkait itu, H. Baba mengajak seluruh pihak untuk bersabar dan mengedepankan dialog terbuka.
Ia juga mendorong agar Dinas Pendidikan Kaltim melakukan evaluasi secara berkala dan menjadikan aspirasi masyarakat sebagai masukan untuk perbaikan ke depan.
“Pendidikan itu proses. Tidak bisa langsung dinilai dari minggu pertama. Evaluasi boleh, tapi jangan langsung menyimpulkan. Kita lihat saja dalam satu semester ke depan, baru bisa dibandingkan secara adil,” tutupnya.

