SAMARINDA : Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Bayuadi Hardiayanto mengatakan bahwa kebijakan baru tarif impor yang ditetapkan Amerika Serikat bakal berdampak pada perdagangan global.
Ia mengatakan, kebijakan tarif resiprokal yang juga dikenal dengan tarif Trumph secara tidak langsung menahan mitra dagang Kaltim seperti Tiongkok, India dan Filipina untuk melakukan ekspor ke Amerika.
“Meski demikian, kondisi ini bisa menjadi momentum bagi Kaltim untuk memperluas pasar ekspor ke negara-negara nontradisional,” ujarnya saat menjadi pembicara terkait Dampak Perang Dagang AS-China Bagi Ekonomi Kaltim di Samarinda, Kamis, 24 April 2025.
Ia menjelaskan, kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat secara langsung membuat produk ekspor Indonesia menjadi lebih mahal dan kurang kompetitif di pasar AS. Hal ini berpotensi menekan kinerja ekspor dan cadangan devisa nasional.
Diketahui, selama ini ekspor menjadi salah satu sumber utama cadangan devisa Indonesia. Apabila arus devisa terganggu, maka nilai tukar rupiah dapat tertekan akibat ketidakseimbangan di pasar valuta asing.
Ia mengaku, dampak perang dagang ini mulai dirasakan Kaltim meskipun tidak secara langsung. Sebab, sebagai salah satu penyuplai utama komoditas alam seperti batu bara dan kelapa sawit, Kaltim sangat bergantung pada permintaan dari negara mitra dagang.
“Ketika industri di negara mitra dagang kita ikut terganggu, maka permintaan domestik mereka terhadap komoditas seperti batu bara dari Kaltim juga akan ikut menurun,” jelasnya.
Jika perang dagang menyebabkan perlambatan ekonomi global, maka permintaan energi pun akan berkurang yang berimbas pada penurunan permintaan batu bara dari Kaltim.
Selain itu, kebijakan AS yang menetapkan tarif impor tinggi hingga 145 persen terhadap produk China mendorong produk-produk yang sebelumnya ditujukan untuk pasar AS kini mencari pasar alternatif.
Dalam hal ini, Indonesia menjadi salah satu target potensial. “Indonesia termasuk negara yang akan kelimpahan produk-produk dari China,” sebutnya.
Menurutnya, ketegangan perdagangan global saat ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong diversifikasi pasar ekspor demi menjaga stabilitas ekonomi daerah.
“Komoditas utama seperti batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO) dapat mulai dipasarkan ke negara-negara ASEAN, Timur Tengah dan Afrika yang memiliki potensi besar meski saat ini masih berada di bawah Tiongkok dan India dalam hal volume perdagangan,” pungkasnya.

