Samarinda – Turut menghadiri rapat koordinasi terkait penanganan banjir dan kebinamargaan, Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV, Harya Muldianto membeberkan pada intinya tadi mencari kesepahaman MoU-nya.
“Jadi hari ini kita istilahnya duduk bersama lagi untuk telaah dari master plan yang sudah kita susun. Ini intinya bahwa kita mencari kesepahaman terkait MoU, siapa berbuat apa dan kapan,” tuturnya di Balai Kota Samarinda, Rabu (25/8/2021).
Diungkapkan kalau pertemuan kali ini merupakan awal yang nantinya akan ditindaklanjuti secara detail menyangkut teknis.
“Kita mencari sinergitas antara BWS, Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Pemerintah Kota (Pemkot) untuk sama-sama mencari solusi penanganan banjir di Kota Samarinda,” terang Harya.
Yang lalu memang sudah ada, tetapi kebijakan wali kota ingin kembali menyesuaikan sinergi terhadap penanganan banjir di Kota Samarinda.
“Kalau master plan itu memang aturannya lima tahun sekali kita review. Ini dalam proses. Sebenarnya tiap tahun pun kita cek. Karena dikhawatirkan ada perubahan tata guna lahan, ada perubahan lagi di kawasan, seperti itu,” paparnya.
Sehingga tetap ditelaah. Mengingat ada kejadian-kejadian banjir tiap tahun yang lokasinya berbeda-beda. Sebab itu dilakukan penyesuaian kembali terhadap master plan yang sudah ada.
Artinya, itu masih dalam proses evaluasi atau melakukan analisa kembali terhadap kondisi-kondisi aktual di lapangan.
Harya juga mengatakan jika pihaknya sambil meminta saran dari para stakeholder terkait, dari pemerintah hingga Non Governmental Organization (NGO) pun dilibatkan.
“Kita juga punya Forum Peduli Sungai, mereka punya masukan apa harus kita tampung. Mengambil contoh dari 17 km panjang Sungai Karang Mumus (SKM) dari mulai Waduk Lempake ke muara,” beber Harya.
Konsepnya di daerah hulunya itu untuk penanganan pembangunan, tanggulnya tidak boleh yang sifatnya masih kacau atau terlalu construction (kontruksi).
Tidak ada penimbunan tanah, tidak menggunakan cor beton. Kurang lebih gambarannya seperti itu. Semua masih harus mengakomodasi revarian daerah, mempertahankan vegetasi lokasi.
“Nah itu juga bagian dari masukan NGO, dan komunitas peduli sungai,” sebut Harya.
Kemudian terkait pintu air di muara Jembatan 1, Harya menyampaikan jika di sisi master plan merupakan solusi terakhir. Tapi karena ada permintaan dari wali kota, tekait kemungkinan untuk dilaksanakan.
Namun pada prinsipnya semua bisa dilaksanakan asal kriteria kesiapan seperti desainnya, apakah sudah siap atau belum. Karena diakuinya jika pihaknya belum mendesain.
“Menurut informasi dari Pemkot, ada desain. Nanti kita lihat desainnya seperti apa,” sambungnya.
Selain itu menyangkut kesiapan lahan. Lahannya dimana, kemudian harus ada pembebasan lahan atau tidak di lokasi target. Semua harus melalui kajian yang tepat.
Pada prinsipnya, secara teknis bisa saja dilaksanakan, tidak ada masalah. Karena memang pintu air itu telah dimanfaatkan untuk mengakomodasi kondisi banjir pasang surut. Karena pengaruh pasang surutnya Sungai Mahakam juga perlu adanya pintu air.
“Tapi itu salah satu solusi yang terakhir, sebetulnya di dalam konsep master plan. Kalau kita menata di hulu hilir nah endingnya di pintu air. Kita tampung, Pak Wali Kota juga sudah sampaikan ke Presiden dan Menteri. Jadi nanti kita tunggu pembina kami, Dirjen, Menteri. Respon dari Jakarta. Dari kami siap saja untuk mewujudkan itu,” terang Harya Muldianto.

