BONTANG: Partisipasi perempuan dalam proses demokrasi di Kota Bontang Kalimantan Timur (Kaltim) mengalami penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun.
Hal ini disoroti oleh Komisioner KPU Kota Bontang Rina Megawati, yang menyatakan bahwa penurunan partisipasi perempuan ini menjadi indikator yang mengkhawatirkan bagi kualitas demokrasi di kota tersebut.
Menurut data KPU Bontang, keterwakilan perempuan dalam pemilihan umum terus mengalami penurunan dari tahun 2014 hingga 2024. Pada tahun 2014, keterwakilan perempuan mencapai 12%, namun angka tersebut turun menjadi 8% pada tahun 2019, dan pada tahun 2024 hanya sebesar 4%.
“Penurunan ini mencakup keterlibatan perempuan baik sebagai pemilih maupun sebagai calon dalam pemilihan,” ujar Rina.
Penurunan ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Salah satu penyebab utamanya adalah keterbatasan akses dan informasi.
Rina Megawati mengungkapkan bahwa banyak perempuan di Bontang yang masih mengalami kesulitan dalam mengakses informasi terkait pemilihan umum dan kebijakan publik.
Sosialisasi yang kurang efektif dan tidak menyasar kelompok perempuan secara khusus menjadi salah satu kendalanya.
“Keterbatasan akses terhadap informasi ini mengakibatkan rendahnya pemahaman perempuan terhadap hak-hak politik mereka, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat partisipasi mereka,” ujar Rina.
Selain itu, kendala sosial dan budaya juga turut berperan dalam menghambat partisipasi perempuan. Norma-norma sosial yang masih kuat di beberapa komunitas, terutama yang menempatkan perempuan dalam peran domestik, seringkali membatasi kesempatan mereka untuk terlibat aktif dalam politik dan pengambilan keputusan.
Kurangnya representasi perempuan dalam posisi strategis juga menjadi faktor penting. Minimnya jumlah perempuan yang tampil sebagai calon dalam pemilihan membuat perempuan merasa kurang terwakili.
“Ketika perempuan tidak melihat perwakilan mereka dalam posisi kepemimpinan, mereka cenderung merasa bahwa suara mereka tidak signifikan,” tambah Rina.
Selanjutnya, penurunan partisipasi perempuan ini membawa dampak yang luas, terutama dalam hal kualitas demokrasi di Kota Bontang.
Salah satu dampak utamanya adalah kurangnya perspektif gender dalam kebijakan yang dihasilkan.
Ketika perempuan tidak terwakili secara memadai, kebijakan cenderung tidak mempertimbangkan kebutuhan khusus perempuan, yang dapat memperlebar kesenjangan gender di berbagai sektor.
Selain itu, melemahnya partisipasi perempuan juga berdampak pada demokrasi itu sendiri. Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi aktif dari semua kelompok masyarakat, termasuk perempuan.
“Ketika perempuan tidak berpartisipasi, proses demokrasi menjadi kurang inklusif dan representatif,” tegas Rina.
Lebih jauh, penurunan partisipasi perempuan juga berpotensi memperburuk kesenjangan pembangunan.
Kurangnya keterlibatan perempuan dalam politik dapat berkontribusi pada kesenjangan dalam akses terhadap layanan publik, pendidikan, dan peluang ekonomi.
Untuk membalikkan tren penurunan ini, diperlukan langkah-langkah strategis dan komprehensif, antara lain :
1.Peningkatan Akses Informasi:
Perlu ada upaya lebih besar dalam menyediakan informasi yang mudah diakses dan relevan bagi perempuan, terutama dalam hal hak-hak mereka dalam pemilihan dan politik.
2.Pemberdayaan Perempuan:
Program-program pemberdayaan yang menargetkan perempuan perlu ditingkatkan,baik dalam bidang pendidikan,ekonomi,maupun politik,agar mereka lebih siap dan termotivasi untuk terlibat.
3.Perubahan Norma Sosial:
Perlu ada kampanye yang berkelanjutan untuk mengubah pandangan tradisional yang membatasi peran perempuan hanya pada urusan domestik,dan mendorong keterlibatan mereka dalam ranah publik.
4.Meningkatan Representasi Perempuan:
Dukungan terhadap perempuan yang ingin mencalonkan diri dalam pemilihan harus diperkuat, baik melalui kebijakan afirmasi maupun pendampingan teknis.
“Partisipasi perempuan dalam politik adalah salah satu pilar penting dari demokrasi yang inklusif dan berkeadilan,” tegasnya.
Kota Bontang perlu segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi penurunan partisipasi perempuan ini agar demokrasi di kota ini tetap kuat dan berfungsi dengan baik bagi semua warganya.
“Saatnya perempuan Bontang bangkit dan berperan aktif dalam proses demokrasi,” tutupnya.(*)

