SAMARINDA: Proyek normalisasi Sungai Karang Mumus (SKM) di Kota Samarinda kembali menjadi sorotan publik usai banjir besar yang melanda Kota Tepian, sejak 12 Mei 2025.
Salah satu segmen penting proyek, yakni dari Jembatan Kehewanan hingga Jalan Lambung Mangkurat, belum juga dikerjakan akibat persoalan sosial yang belum terselesaikan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat (PUPR & PERA) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Aji Muhammad Fitra Firnanda, menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Kaltim tetap berkomitmen untuk melanjutkan proyek tersebut.
Menurutnya, anggaran serta kesiapan teknis telah tersedia, tinggal menunggu penyelesaian pembebasan lahan oleh Pemerintah Kota Samarinda.
“Normalisasi Sungai Karang Mumus tetap kita alokasikan. Segmen dari Jembatan Kehewanan sampai ke Lambung Mangkurat itu saja yang masih tertunda,” ujar Firnanda usai Rapat Koordinasi di Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (15 Mei 2025).
Firnanda menjelaskan bahwa normalisasi SKM merupakan bagian dari rencana besar penanggulangan banjir di Samarinda, yang juga mencakup Sungai Karang Asam Besar dan Karang Asam Kecil.
Ia menyoroti kondisi Karang Asam Kecil yang semakin menyempit, terutama di bagian hilir, dan sangat memerlukan pembersihan menyeluruh agar aliran air kembali lancar.
“Sungai Karang Asam Kecil itu menyempit di ujungnya. Kalau bisa dibersihkan, dari jembatan saja sudah kelihatan dapur ketemu dapur. Kalau itu bersih, alirannya lancar,” katanya.
Normalisasi tidak hanya mencakup pengerukan dan pelebaran sungai, tetapi juga pengembalian kontur aliran ke bentuk alaminya.
Pendekatan ini dinilai berhasil di wilayah Juanda dan Air Putih, di mana genangan air pasca-hujan kini lebih cepat surut.
Namun, kendala utama tetap terletak pada aspek sosial, terutama relokasi warga yang bermukim di sepanjang bantaran sungai.
Penanganan masalah ini berada di bawah tanggung jawab Pemkot Samarinda, sesuai dengan pembagian peran yang telah disepakati.
“Masalah sosial ini kita harapkan bisa diatasi oleh Pemkot, karena dari awal itu memang pembagian tugasnya begitu. Kami normalisasi, Pemkot urus sosialnya,” tegas Firnanda.
Keberhasilan sebagian upaya relokasi terlihat di wilayah RT 41, 42, dan 43 Kelurahan Pelita.
Sebanyak 42 rumah warga berhasil dibongkar melalui proses ganti rugi berdasarkan penilaian dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), dengan nilai kompensasi yang mencapai Rp200 juta per rumah.
Banjir terbaru yang melanda berbagai kawasan di Samarinda, termasuk Kelurahan Tani Aman, Sungai Pinang, Samarinda Ulu, dan Samarinda Utara, memperkuat urgensi proyek ini. Di Tani Aman, ketinggian air mencapai 1,5 meter dan memaksa evakuasi ratusan warga.
Ruas-ruas jalan utama seperti Jalan DI Panjaitan dan Simpang Alaya turut tergenang hingga 40 sentimeter, menimbulkan kemacetan parah.
Firnanda menjelaskan bahwa penyebab banjir di Samarinda sangat kompleks.
Selain curah hujan tinggi, buruknya sistem drainase, tumpukan sampah, serta masifnya alih fungsi lahan dan aktivitas pertambangan di kawasan hulu turut memperparah kondisi.
“Dengan normalisasi ini kita ingin Samarinda jadi kota yang tangguh bencana dan tertata secara ekologis,” ujarnya.
Meskipun tantangan sosial masih membayangi, Firnanda menyatakan Pemprov Kaltim tetap optimistis.
Ia berharap dukungan maksimal dari Pemkot Samarinda agar proses pembebasan lahan dan relokasi warga segera rampung.
“Kalau lahan sudah bebas, kita siap lanjut. Teknisnya sudah siap, anggaran juga sudah ada. Tinggal kita jalan,” tutupnya. (Adv/Diskominfokaltim)
Editor : Emmi

