SAMARINDA: Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menegaskan kembali komitmennya untuk melanjutkan proyek strategis normalisasi Sungai Karang Mumus (SKM) di Kota Samarinda.
Proyek ini menjadi perhatian publik menyusul banjir besar yang kembali merendam sejumlah wilayah.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menyatakan bahwa SKM merupakan bagian penting dari agenda besar penanggulangan banjir yang diusung Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud.
Pemprov, kata dia, telah mengirim surat resmi kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Perhubungan untuk menjajaki peluang sinergi program serta dukungan anggaran dari pemerintah pusat.
“Kita sudah bersurat ke Kementerian PUPR dan Perhubungan. Dulu tahun 2000 itu ada divisi khusus untuk normalisasi sungai, termasuk Mahakam,” kata Seno Aji saat ditemui usai rapat di Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (15 Mei 2025).
Kepala Dinas PUPR & PERA Kaltim, Aji Muhammad Fitra Firnanda, menambahkan bahwa secara teknis dan anggaran, Pemprov telah siap untuk melanjutkan pengerjaan proyek.
Namun, pelaksanaan di segmen antara Jembatan Kehewanan hingga Jalan Lambung Mangkurat masih tertunda karena belum selesainya proses pembebasan lahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Samarinda.
“Normalisasi Sungai Karang Mumus sampai setahun ini sudah kita alokasikan. Segmen dari Jembatan Kehewanan sampai ke Lambung itu aja yang belum. Kita tunggu proses sosial dari Pemkot,” jelas Firnanda.
Firnanda menjelaskan, proyek normalisasi tidak hanya menyasar SKM, tetapi juga mencakup Sungai Karang Asam Besar dan Karang Asam Kecil.
Ia menyoroti kondisi Karang Asam Kecil yang kian menyempit akibat permukiman padat di bantaran sungai.
“Sungai Karang Asam Kecil itu menyempit di ujungnya. Kalau bisa dibersihkan, dari jembatan saja sudah kelihatan dapur ketemu dapur. Kalau itu bersih, alirannya lancar,” ujarnya.
Ia mencontohkan efektivitas metode tersebut di kawasan Juanda dan Air Putih, di mana genangan air kini lebih cepat surut usai dilakukan normalisasi serupa.
Meski begitu, kendala sosial seperti relokasi warga masih menjadi tantangan utama. Firnanda menekankan bahwa relokasi merupakan tugas Pemkot sesuai pembagian kerja sejak awal proyek.
“Kami tangani normalisasi teknisnya, Pemkot tangani relokasinya. Kalau lahan sudah bebas, kami langsung kerjakan. Sudah siap semua,” jelas Firnanda.
Keberhasilan kolaborasi ditunjukkan di RT 41, 42, dan 43 Kelurahan Pelita, di mana sebanyak 42 rumah warga telah berhasil direlokasi dengan kompensasi mencapai Rp200 juta per rumah, berdasarkan penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Urgensi penyelesaian proyek ini semakin terasa setelah banjir besar kembali melanda Samarinda sejak 12 Mei 2025.
Di Kelurahan Tani Aman, ketinggian air mencapai 1,5 meter dan memaksa evakuasi ratusan warga.
Kawasan lain seperti Sungai Pinang, Samarinda Ulu, dan Samarinda Utara juga terdampak parah.
Firnanda menilai, banjir dipicu oleh berbagai faktor: tingginya curah hujan, tersumbatnya saluran drainase, berkurangnya daerah resapan akibat alih fungsi lahan, serta aktivitas pertambangan yang tidak terkendali di wilayah hulu. (Adv/Diskominfokaltim)
Editor : Emmi

