Samarinda – Mengungkap fakta di balik peristiwa kasus korupsi ibarat memainkan orkestra musik. Peniup terompet dengan gayanya. Pemain drum menggebuk drum dengan caranya. Semua pemusik di orkestra memainkan alat musik masing-masing.
Ungkapan tersebut disampaikan langsung Ketua KPK Firli Bahuri di depan ratusan anggota Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) yang dinakhodai Teguh Santosa dalam kegiatan pelantikan pengurus JMSI Jawa Barat.
Pada awal bulan Januari 2022, KPK berhasil mengungkap tiga kasus di eksekutif dan satu kasus di yudikatif. Namun diakui Firli hal tersebut bukan dari kerja kerasnya sendiri melainkan campur tangan pihak lain sebab hal demikian sangat mustahil jika KPK sendiri yang menangani.
“Jadi harus berupa orkestra, dengan satu lagu yang sama untuk dimainkan oleh para pemain orkestra,” tegasnya.
Mengutip Gone Theory karya Jack Bologne yang menyebut bahwa terdapat empat dasar terjadinya korupsi. Pertama, greed (keserakahan) yang mengartikan bahwa keserakahan pelaku korupsi pada dasarnya ada pada semua manusia.
Kedua, opportunity (kesempatan). Sistem yang memberi lubang terjadinya korupsi. Terkait kondisi organisasi, instansi, lembaga, yang membuka kesempatan bagi pelaku korupsi. Ketiga, need (kebutuhan), adanya sikap mental yang merasa tidak pernah cukup sehingga memicu timbulnya sikap konsumerisme alias hasrat pemenuhan syarat dengan kebutuhan yang tidak pernah usai.
Terakhir yakni exposure (hukuman koruptor yang ringan). Hukuman biasanya tidak menimbulkan efek jera terhadap calon koruptor. Sehingga, ada koruptor tertangkap tangan pun masih juga banyak yang korupsi.
Bukan hanya itu, masih mengutip teori yang sama, Firli menerangkan kalau korupsi terjadi karena kegagalan sistem dalam mencegah peluang korupsi.
“Rinciannya, fail (gagal). Kegagalan sistem mencegah peluang korupsi, bad (buruk) yang berarti sistemnya buruk, weak (lemah) artinya kelemahan ini membuat orang ingin korupsi,” sambungnya.
Di hadapan para tokoh pers JMSI, Firli menilai jika yang bisa berperan lebih besar dalam pemberantasan korupsi adalah pers. Karena berita pers dianggap mampu membangun opini publik pembaca, dalam hal membangun budaya antikorupsi.
Firli juga mengutip prakata pembuka di acara JMSI itu yang disampaikan Ketua JMSI Pusat Teguh Santosa bahwa pers anggota JMSI wajib berperan positif bagi Indonesia yang berdasar pada alinea keempat, Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
“Jadi, kalau ada berita pers bersifat ujaran kebencian, pecah-belah bangsa, hoaks, maka sangat jauh dari tujuan negara Indonesia. Pers Indonesia harus mengacu ke situ (alenia keempat pembukaan UUD 1945),” jelasnya.
Kemudian, pemberantasan korupsi, jelas melindungi segenap bangsa Indonesia. Sekaligus juga memajukan kesejahteraan umum. Sedangkan pers, mencerdaskan kehidupan bangsa.

