SAMARINDA: Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), Muhammad Faisal mengaku kecewa dengan maraknya praktik doxing yang terjadi belakangan di Kaltim, khususnya d Samarinda.
Sebagai informasi, doxing adalah perbuatan membuka data diri seseorang dan membagikannya di ruang publik tanpa persetujuan orang yang bersangkutan.
“Saya kecewa karena 5 tahun ini rasanya kita aman-aman aja di Kaltim,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya di Kantor Diskominfo Kaltim, Jalan Basuki Rahmat Samarinda, Senin, 19 Mei 2025.
Dirinya mengaku sedih mendengar kabar jurnalis mengalami intimidasi berupa doxing padahal Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Kaltim dalam lima tahun terakhir berada di peringkat yang bagus yakni tiga besar nasional.
“Dua tahun kita peringkat tiga, dua tahun kita peringkat satu dan terakhir kemarin peringkat dua nasional. Sudah peringkat tinggi itu, kawan-kawan di Jawa saja bingung. Wah, ternyata di Kaltim kemerdekaan dan kebebasan pers cukup terjamin gitu loh,” ucapnya.
Ia menegaskan, seharusnya tidak ada hal-hal mencederai kebebasan dan kemerdekaan pers seperti ini terjadi karena IKP di Kaltim sudah cukup baik.
“Saya tidak mendukung hal seperti ini dan tidak baik, tidak patut dicontoh. Saya selalu sampaikan berpuluh tahun sejak saya jadi Kabag Humas, pejabat publik itu tidak boleh tipis kuping. Kalau pejabat publik tidak mau dikritik, tidak usah jadi pejabat publik,” tegasnya.
Menurutnya, selama kritik dari rekan-rekan pers bersifat konstruktif terhadap kepemimpinan atau untuk peningkatan pelayanan publik maka tidak ada masalah.
Yang menjadi masalah jika masyarakat mengkritik pribadi pejabat.
“Masyarakat semua silakan jika ingin mengkritisi pemerintah, mengkritisi kebijakan publik. Yang penting konstruktif di jalur yang benar, saya kira kita oke-oke aja kok,” tuturnya.
Meski kejadian ini sungguh disayangkan, ia mengingatkan perlu diselidiki apakah doxing tersebut memamg betul dibuat oleh pejabat yang dikritik atau jangan-jangan ada penumpang gelap di dalamnya.
“Kita kan tidak bisa juga menuduh tanpa fakta dan data. Bisa saja ada orang yang ingin memecah belah situasi ingin membuat konflik ya jadi tetap asas praduga tak bersalah kan diutamakan,” pesannya.
Terpenting, Faisal menyarankan masyarakat korban doxing bisa mengadukan ke pihak berwenang jika dirasa keberatan.
“Karena kalau tidak diadukan tidak bisa diteliti lebih lanjut, hanya katanya saja. Adukan ke jalur hukum, saya dukung penuh biar tidak menimbulkan fitnah,” pungkasnya.
*Respons PWI, AJI dan IJTI*
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalimantan Timur mendesak polisi turun tangan.
Koalisi tiga organisasi wartawan di Kalimantan Timur ini sepakat untuk mendesak aparat kepolisian mengusut maraknya serangan digital atau doxing terhadap jurnalis di Samarinda.
Dalam siaran pers bersama, AJI Samarinda, PWI Kaltim, dan IJTI Kaltim mengutuk praktik doxing yang menimpa sejumlah pelaku pers dan content creator.
“Praktik doxing merupakann bentuk intimidasi yang tak bisa ditolerir. Ini teror terhadap orang-orang yang menjalankan fungsinya mengawasi pemerintahan,” kata Yuda Almerio, Ketua AJI Samarinda, Sabtu, 17 Mei 2025.
Ketua IJTI Kaltim, Priyo Puji Mustofan, menekankan bahwa ruang digital seharusnya menjadi tempat bertukar gagasan, bukan menyebarkan ancaman.
“Jejak digital tidak bisa dihapus. Tindakan doxing merusak iklim demokrasi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua PWI Provinsi Kaltim, Rahman menilai, intimidasi terhadap jurnalis atau doxing sebagai tindakan pengecut.
Kritik terhadap penguasa menurutnyam bagian dari mekanisme demokrasi, dan bila ada keberatan atas isi pemberitaan, jalur penyelesaiannya jelas.
“Kalau memang ada konten keliru, tempuhlah mekanisme lewat Dewan Pers, bukan dengan meneror,” katanya
Oleh karena itu, AJI, PWI dan AJI Kaltim mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas pelaku kekerasan digital terhadap jurnalis dan meminta platform digital memperkuat perlindungan data pribadi serta mekanisme pelaporan konten berbahaya.
Mereka juga menuntut pemerintah menjamin kebebasan pers sebagai hak asasi dan menyerukan solidaritas semua jurnalis untuk melawan segala bentuk intimidasi, tanpa memandang organisasi asal.(Adv/Diskominfokaltim)
Editor : Emmi

