SAMARINDA: Badan Pengurus Inti (BPI) Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Mulawarman (Unmul) menyatakan bantahan keras atas tuduhan anarkis terkait kasus dugaan bom molotov dan temuan simbol Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam pernyataan sikap resmi yang tersebar di media sosial pada Senin, 1 September 2025, BPI Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah menilai tuduhan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap gerakan mahasiswa.
“Upaya mengaitkan properti kegiatan kemahasiswaan dengan tuduhan anarkisme adalah bukti bahwa aparat mencari-cari kesalahan dengan narasi yang dipaksakan,” bunyi salah satu poin pernyataan itu.
Mereka menegaskan setidaknya tiga hal:
Pertama, bom molotov dan smoke bomb yang dikaitkan dengan aksi disebut sebagai kekeliruan fatal.
Smoke bomb, misalnya, hanya properti acara ospek mahasiswa pada 30 Agustus 2025 dan tidak ada kaitannya dengan aksi demo.
Kedua, lukisan dengan simbol PKI merupakan materi akademik untuk diskusi sejarah, sejajar dengan simbol partai lain seperti Masyumi, sehingga tidak bisa dipakai untuk propaganda.
Ketiga, masuknya aparat ke kampus tanpa izin universitas dinilai melanggar otonomi akademik dan membahayakan kebebasan akademis.
Selain itu, mereka juga mengkritik lemahnya fasilitas keamanan kampus Banggeris, sehingga aparat bisa masuk dan melakukan penangkapan di dalam lingkungan akademik.
“Ini jelas upaya menakut-nakuti mahasiswa. Padahal kegiatan di kampus semestinya mendapat perlindungan, bukan kriminalisasi,” tegas pernyataan tersebut.
Mahasiswa sejarah Unmul menegaskan bahwa mereka akan terus menyuarakan kritik terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, dan meminta agar publik tidak termakan isu-isu yang mendiskreditkan gerakan mahasiswa.

