
SAMARINDA: Sekretaris Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Salehuddin, menyoroti rendahnya kontribusi perusahaan daerah (Perusda) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), meskipun telah menerima penyertaan modal dari APBD provinsi maupun kabupaten/kota.
Menurutnya, akar persoalan bukan terletak pada regulasi, melainkan pada lemahnya manajemen internal serta minimnya jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) di tubuh Perusda.
“Kalau dari sisi regulasi sudah ada. Setiap penyertaan modal bahkan didahului dengan Perda dan analisis core business yang jelas. Tapi dalam pelaksanaannya, banyak yang tidak berjalan sesuai rencana,” ujarnya.
Ia menilai banyak Perusda hanya menjalankan operasional secara rutin, tanpa upaya pengembangan usaha yang berarti.
Bahkan, beberapa justru bergerak di sektor non-strategis sehingga gagal menghasilkan dividen yang sepadan dengan modal yang telah diberikan.
“Sering kali yang terjadi, mereka hanya mengelola modal dari pemerintah tanpa inisiatif mengembangkan bisnis baru atau bermitra dengan sektor-sektor strategis seperti tambang, perkebunan, dan energi hijau,” tegasnya.
Salehuddin menambahkan, minimnya sumber daya manusia (SDM) yang kompeten menjadi salah satu faktor utama kegagalan Perusda dalam mencapai target bisnis.
Banyak manajemen Perusda dinilai tidak memiliki kapasitas dalam membaca peluang, mengelola risiko, atau membangun kemitraan lintas sektor.
“Jiwa entrepreneurnya belum terbentuk. Bahkan, sebagian Perusda justru merugi dan membebani laporan keuangan daerah. Seharusnya, penyertaan modal itu kembali ke kas daerah dalam bentuk dividen,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pengelolaan Participating Interest (PI) oleh Perusda yang dinilai belum memberikan kontribusi signifikan.
Menurutnya, PI seharusnya menjadi sumber pendapatan besar bagi daerah, namun saat ini masih dikelola secara pasif tanpa pengembangan usaha pendukung.
“Kalau hanya mengelola PI dan menunggu dividen, itu tidak cukup. Perusda harusnya aktif membangun usaha penunjang. Tapi sampai sekarang belum ada prestasi yang menonjol,” imbuhnya.
Salehuddin bahkan menyebut penyertaan modal ke Bankaltimtara lebih menguntungkan dibanding ke Perusda.
“Kalau cara kerja Perusda seperti ini terus, lebih baik dana kita arahkan ke Bankaltimtara saja. Sudah jelas dividen tahunannya besar,” sindirnya.
Komisi I DPRD Kaltim mendorong Pemprov untuk menata ulang arah bisnis Perusda, termasuk memetakan ulang potensi sektor swasta yang bisa dijadikan mitra.
Ia menyebutkan bahwa Pemprov telah mengidentifikasi peluang usaha hilirisasi di sektor pertambangan dan perkebunan yang bisa dikelola secara profesional oleh BUMD.
“Mulai 2026, kita harapkan ada langkah baru. Tapi konsekuensinya, harus berani mengganti jajaran manajemen yang terbukti tidak mampu menjalankan tugasnya,” pungkas Salehuddin.

