Samarinda – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menegaskan kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak akan merusak hutan alam. Bahkan sebaliknya, IKN akan memiliki dampak positif dan luas bagi aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya masyarakat.
“Kehadiran IKN juga akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian target Folu Net Sink 2030 (kontribusi penurunan emisi yang ditetapkan secara nasional pada 2030),” kata Siti Nurbaya.
Hal tersebut diungkapkannya saat mengisi Orasi Imiah pada Rapat Senat Terbuka Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Mulawarman Ke-60 di Gelora 27 September Unmul, Selasa (27/9/2022).
Orasi ilmiah Siti Nurbaya sendiri mengangkat tema “Membangun Hutan Tropika Basah Kalimantan Timur Modalitas Menuju Indonesia’s Folu Net Sink 2030”.
Ia pun menguraikan IKN akan terdiri dari daratan seluas 256.000 hektare, termasuk Kawasan Ibu Kota Nusantara (KIKN) 56.000 hektare yang di dalamnya terdapat Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) 6.600 hektare.
Sementara kawasan pengembangan IKN seluas 199.000 hektare dan luas wilayah laut 68.000 hektare. Ia juga menjelaskan tentang konsep forest city IKN. Menurutnya, forest city IKN akan menyeimbangkan ekologi alam, kawasan hutan dan sistem sosial secara harmonis.
“Konsep forest city adalah sebuah kota berbasis lanskap yang menempatkan ekosistem hutan sebagai pembentuk struktur ruang perkotaan, orientasi kehidupan masyarakat perkotaan dan membantu memfasilitasi interaksi antar kegiatan perkotaan,” terangnya.
Sebagai informasi, lanskap IKN adalah hutan industri yang dikelilingi hutan produksi, konservasi dan kawasan hutan lindung. IKN juga akan mengembalikan hutan Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi hijau kembali, terkhusus di kawasan IKN.
Sebab pemerintah sudah menyiapkan Persemaian Mentawir yang berisi berbagai tanaman dari seluruh Indonesia dengan produksi 15 juta bibit pohon per tahun.
“Natural tropical rain forest Kalimantan Timur akan jadi lagi,” yakinnya.
Selain itu, ia juga memuji Kaltim yang lebih dulu telah melakukan upaya untuk tetap menjaga kelestarian hutan bersamaan dengan aktivitas ekonomi.
Terbukti, Kaltim menjadi provinsi pertama yang mendapat komitmen pembayaran terkait pengurangan emisi karbon dari negara-negara donor di dunia melalui World Bank dalam program FCPF-CF.
“Kaltim bisa menjadi teladan daerah lain di dunia, bahwa pembangunan ekonomi bisa tetap dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek ekologi dan sosial kemasyarakatan. Kaltim sudah melakukan lebih dulu, baru disusul Jambi,” pujinya.
Kompensasi dari World Bank untuk Kaltim disebut sebesar 110 juta USD. Ke depan, dia berharap agar paradigma hutan lestari tidak lagi membenturkan antara kepentingan ekologi, ekonomi dan sosial budaya.
“Secara sederhana bisa dikatakan, economically feasible, socially acceptable, ecology sustainable,” jelasnya.
Ia menambahkan, pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan bukan hanya memiliki peran penting untuk mencegah berbagai ancaman bencana dan malapetaka, tapi juga mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional, yakni melindungi segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta menjaga perdamaian dunia.

