
SAMARINDA: Sebanyak 14 bangunan yang berdiri di atas lahan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), di Jalan Angklung, Kecamatan Samarinda Ulu, disorot anggota Komisi III DPRD Kaltim dari Fraksi PKB, Jahidin.
Ia menduga bangunan-bangunan tersebut berdiri tanpa izin resmi dan bahkan disewakan secara ilegal.
Dalam interupsi saat Rapat Paripurna ke-18 DPRD Kaltim pada Kamis, 12 Juni 2025, Jahidin mendesak pimpinan dewan segera mengusut dugaan penyewaan ilegal yang melibatkan aset negara bernilai miliaran rupiah.
“Di atas tanah milik Pemprov itu kini berdiri 14 bangunan. Tiga di antaranya, seperti Kantor Kelurahan Dadi Mulya, sekretariat HMI, dan sekretariat Persatuan Haji Indonesia, masih bisa dimaklumi karena bermanfaat untuk pelayanan masyarakat. Tapi yang 11 lainnya, termasuk beberapa kafe, jelas ilegal,” tegas Jahidin.
Ia menjelaskan bahwa bangunan-bangunan tersebut mulai bermunculan dalam lima tahun terakhir di atas lahan kosong yang kini bernilai tinggi, diperkirakan mencapai Rp1,5 hingga Rp2 miliar per kapling dengan ukuran 15 x 25 meter.
Jika tidak segera ditindak, ia khawatir lahan tersebut akan dikuasai secara turun-temurun oleh pihak-pihak yang menyewakan tanpa dasar hukum yang sah.
“Kalau dibiarkan, ini bisa jadi warisan turun-temurun oleh pihak yang menyewakan secara ilegal. Padahal ini tanah negara,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut, Jahidin meminta pimpinan DPRD Kaltim untuk memerintahkan Komisi II menginisiasi rapat koordinasi lintas komisi.
Rapat tersebut akan melibatkan Komisi I (bidang hukum) dan Komisi III (infrastruktur dan pengawasan pembangunan), serta menghadirkan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Samarinda, dan Satpol PP.
“Kami ingin rapat gabungan ini bisa mengungkap siapa yang menyewakan, siapa yang membeli, dan bagaimana proses pembangunan itu bisa terjadi di atas lahan Pemprov. Jika semua berjalan legal, tentu tak mungkin tanpa persetujuan DPRD,” kata Jahidin.
Ia juga menyebut bahwa Kepala BPKAD Kaltim yang baru menjabat sejak 2024 kemungkinan besar belum mengetahui keberadaan bangunan-bangunan tersebut.
Oleh karena itu, ia menilai ini adalah momentum yang tepat untuk mengungkap seluruh riwayat kepemilikan dan status lahan secara terbuka.
“Saya yakin Kepala BPKAD belum tahu soal ini karena bangunannya sudah ada sebelum beliau menjabat. Tapi sekarang saatnya kita buka semuanya. Kita undang para pemilik bangunan dan gali dari mana asal kepemilikannya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jahidin menekankan pentingnya keadilan dan kepatuhan hukum dalam pengelolaan aset negara.
Ia menyoroti masih banyak kantor organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Kaltim yang belum memiliki fasilitas representatif, sementara di sisi lain, aset negara justru dikuasai oleh pihak yang tidak memiliki wewenang.
“Ini soal keadilan dan kepatuhan terhadap hukum. Kita harus pastikan aset milik rakyat tidak dikuasai oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.

