JAKARTA: Guna menjaga ketahanan finansial, literasi dan inklusi keuangan, perlu digencarkan sosialisasi kepada generasi muda untuk menghindari mereka dari jeratan pinjaman online (pinjol).
Demikian Head of Strategic Communication and Brand UOB Indonesia Maya Rizano pada UOB Media Literacy Circle, di Ramayana Hotel Kempinski Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Menurut Maya, saat ini banyak gen Z dan milenial atau yang berusia 19-34, berkontribusi besar terhadap tingginya kredit macet, di pinjaman online.
“Jumlah kredit macet pinjol mencapai sekitar Rp700 miliar, sebagian besar pelakunya generasi muda yang pemanfaatannya beragam,” ungkap Maya.
“Ini tidak hanya untuk hal-hal yang konsumtif saja tapi ada juga biaya pendidikan,” katanya.
Sedangkan Psikolog, Pendidik sekaligus Pendiri Sekolah Cikal Najeela Shihab menilai, bukan hanya soal literasi keuangan. Tetapi jika melihat masalah anak dan keluarga, ekosistem pendidikan, literasi dalam segala hal masih sangat rendah.
“Rendahnya literasi keuangan bukan sesuatu mengagetkan,” ujarnya.
Seperti yang terlihat, kemampuan literasi dan numerasi anak Indonesia di semua jenjang masih rendah. Juga, kesenjangan berdasarkan latar belakang keluarga masih tinggi.
“Ini yang selalu terpinggirkan, terutama di kelas sosial-ekonomi bawah masalah literasi selalu tertinggal,” lanjut Najeela.
Najeela mengungkapkan, di tengah rendahnya indeks literasi masyarakat, justru akses terhadap layanan keuangan semakin tinggi.
Hal tersebut, menyebabkan gap antara literasi dan inklusi semakin tidak terkejar.
“Kita punya akses yang tidak terbatas, tetapi kesiapan setiap individu untuk mendapatkan manfaat optimal tidak ada,” ujarnya.
Ini tidak hanya literasi keuangan saja, literasi digital juga. Kemampuan untuk mengoptimalkan teknologi belum setinggi yang diharapkan.
“Kualitas hubungan dalam keluarga sangatlah menentukan kemampuan seseorang untuk punya literasi yang baik,” ungkap Najeela.(*)

