
SAMARINDA: Maraknya kekerasan antar pelajar di sejumlah daerah, termasuk di Kalimantan Timur (Kaltim), mendapat perhatian serius dari Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud.
Ia menyayangkan jika kekerasan terjadi bahkan saat jam sekolah berlangsung.
Menurutnya, persoalan ini harus ditangani secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak.
“Terkait kekerasan siswa antar siswa, bahkan ada yang terjadi pada jam sekolah, tentu ini mengkhawatirkan. Nanti akan kita bicarakan dengan dinas terkait,” ujar Hasanuddin, Jumat, 23 Mei 2025.
Meski begitu, ia menyebut bahwa hingga kini pihaknya belum menerima laporan resmi maupun permintaan audiensi dari sekolah, orang tua, atau organisasi masyarakat terkait insiden kekerasan pelajar di Kaltim.
Oleh karena itu, belum ada pembahasan formal di tingkat DPRD.
“Masukannya seperti apa dari teman-teman, kami belum dapat. Kita belum bahas secara spesifik karena belum ada laporan ataupun audiensi dari pihak sekolah, orang tua, maupun organisasi,” jelasnya.
Hasanuddin juga menyinggung pendekatan kontroversial yang diambil Pemerintah Provinsi Jawa Barat, di mana pelajar bermasalah dibina di barak militer.
Program ini, yang dimulai sejak 1 Mei 2025, diprakarsai Gubernur Dedi Mulyadi dan bekerja sama dengan TNI AD, menuai kritik karena dinilai terlalu represif.
Namun menurut politisi Partai Golkar itu, Kalimantan Timur tidak perlu meniru langkah tersebut secara mentah-mentah.
“Kalau ada masukan nanti, jangan serta-merta kita mengikuti Jawa Barat. Pemprov Kaltim bisa saja punya pendekatan sendiri yang lebih sesuai. Itu nanti jadi ranah eksekutif, gubernur yang menentukan arah kebijakan,” tegasnya.
Hasanuddin menekankan bahwa DPRD Kaltim siap membuka ruang dialog dan diskusi jika masyarakat menginginkan penanganan serius atas isu kekerasan pelajar.
Komisi-komisi yang membidangi pendidikan dan kesejahteraan sosial siap membahas jika ada laporan resmi dan dukungan data yang konkret.
“Ada komisinya juga di DPRD. Kalau memang ada laporan yang masuk, tentu akan kita sikapi. Tapi kita ingin pendekatannya tetap mendidik, bukan menghukum secara berlebihan,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa penanganan perilaku remaja sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang membangun karakter, bukan menakut-nakuti atau memberi efek jera dengan cara-cara yang kasar.
Sebagai informasi, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menerbitkan Surat Edaran Nomor 43/PK.03.04/Kesra yang mewajibkan pembinaan siswa pelanggar disiplin melalui pelatihan semi-militer.
Program ini menyasar pelajar yang terlibat tawuran, merokok, mabuk, hingga penggunaan knalpot brong.
Langkah ini mendapat sorotan luas, karena dinilai tidak menyentuh akar masalah perilaku remaja, seperti pola asuh, tekanan sosial, dan lemahnya bimbingan sekolah.
Sementara itu, Hasanuddin mendorong agar semua pihak di Kaltim tetap mengedepankan dialog, pendekatan edukatif dalam menyelesaikan persoalan perilaku remaja.

