
SAMARINDA : Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Jahidin menyatakan bahwa PT Kaltim Prima Coal (KPC) belum memiliki izin resmi dalam menggunakan jalan nasional untuk aktivitas hauling atau pengangkutan batu bara.
Menurut Jahidin, meski KPC telah mendapatkan dispensasi dan rekomendasi dari sejumlah lembaga, hal itu belum dapat dikategorikan sebagai izin sah secara hukum.
Maka, ia menekankan bahwa dispensasi dan rekomendasi dalam regulasi hanyalah bagian dari proses administratif dan belum mengikat secara legal.
“Yang disebut izin sah itu bukan rekomendasi atau dispensasi. Itu hanya syarat administratif. Faktanya, izin dari Kementerian Keuangan untuk penggunaan jalan nasional masih dalam proses,” kata Jahidin saat ditemui usai Rapat Paripurna ke-13 DPRD Kaltim, Rabu, 30 April 2025.
Ia mengungkapkan proses perizinan dari pusat diperkirakan baru akan rampung paling cepat pada akhir 2025. Bahkan, Jahidin memprediksi hingga tahun 2026 karena kemungkinan hingga tahun 2026 atau 2027.
Dengan demikian, ia menilai KPC telah melanggar aturan hukum dengan tetap menggunakan jalan tersebut.
Lebih lanjut, Jahidin menyayangkan belum adanya pembangunan jalan pengganti yang dijanjikan pihak perusahaan.
Meski disebut sudah ada pemenang tender dan proyek segera dimulai, ia menilai seharusnya jalan alternatif disiapkan lebih dulu sebelum jalan nasional digunakan untuk kepentingan tambang.
“Kalau memang taat hukum, kerjakan dulu jalan penggantinya sampai layak digunakan. Jangan jalan nasional dipakai duluan, sementara proyek penggantinya belum dimulai,” ujarnya.
Jahidin juga menyoroti dampak sosial dari aktivitas hauling KPC yang melintasi jalan nasional. Ia menyebut, kemacetan menjadi keluhan utama masyarakat karena jalur hauling memotong langsung jalur utama satu-satunya yang menghubungkan ke Kutai Timur.
Akibatnya, pengguna jalan umum sering kali terjebak antrean selama 20 hingga 30 menit. Hal ini, menurutnya, sangat merugikan kepentingan publik dan mengganggu aktivitas harian warga Kaltim.
Oleh karena itu, ia mendesak agar jalan tersebut ditutup sementara hingga jalan pengganti benar-benar rampung dan dapat digunakan sebagai solusi permanen.
“Ini kan soal kepentingan umum. Harusnya ditutup dulu jalan nasional itu sampai penggantinya siap dan sudah dinyatakan layak pakai. Tapi faktanya sampai sekarang masih dipakai terus,” tutup politikus PKB ini.

