
KUKAR : Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Edi Damansyah menyoroti pentingnya tata kelola aset daerah secara profesional dan adaptif.
Dalam halalbihalal bersama Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kukar, ia menyampaikan apresiasi sekaligus kritik membangun terhadap pola pengelolaan yang selama ini berjalan.
“Saya berterima kasih dan apresiasi bahwa sampai hari ini pengelolaan keuangan dan aset kita terus membaik,” kata Edi di hadapan jajaran BPKAD di Tenggarong, Jumat, 11 April 2025.
Namun, ia mengingatkan bahwa pengelolaan aset tak cukup hanya dengan administrasi yang rapi. “Tata kelola dan tata guna aset itu perlu dimaksimalkan,” ujarnya.
Ia mencontohkan sektor pariwisata yang sepenuhnya masih bergantung pada intervensi pemerintah daerah.
“Di Kukar, hampir semua infrastruktur pariwisata dibangun oleh pemerintah. Berbeda dengan daerah lain yang membangun adalah mitra atau pihak swasta,” ucap Edi.
Namun, keengganan pihak swasta untuk berinvestasi menurutnya bukan tanpa alasan. Masih ada keraguan terhadap jaminan dan kepastian hukum dalam skema investasi daerah.
“Kalau orang mau berinvestasi, pasti mereka butuh jaminan hukum,” katanya.
Edi Damansyah menyinggung kasus Hotel Grand Elty Singgasana yang pengelolaannya tersendat.
Penyebabnya, mitra tak lagi sanggup memenuhi kewajiban setoran ratusan juta rupiah tiap tahun.
Ia menilai skema kerja sama yang membebani hanya akan melemahkan potensi pengelolaan aset.
“Harus realistis. Tidak boleh memberatkan mitra, kerja sama harus dibangun dengan saling memahami,” ujarnya.
Salah satu aset yang juga jadi perhatian serius adalah Pulau Kumala. Edi menegaskan pemerintah tidak bisa lagi mengelola aset wisata ini sendiri.
“Kalau birokrasi disuruh berbisnis, yang ada di kepalanya hanya RKA. Begitu RKA habis, tidak ada lagi pikiran bagaimana tentang pemasukan,” sindirnya.
Ia menyarankan agar pengelolaan aset seperti Pulau Kumala dialihkan kepada mitra yang memiliki kapasitas dan visi bisnis. Namun, dengan skema yang memberi insentif daerah.
“Mitra harus membangun dulu, memelihara aset, dan membentuk manajemen. Setelah mereka mulai menghasilkan, baru kita bicara bagi hasil. Regulasi kita harus disesuaikan, jangan terlalu kaku,” pinta Edi Damansyah.
Ia juga menegaskan, pola kerja sama pengelolaan aset dengan mitra swasta seharusnya berbasis prinsip keadilan. Sistem bagi hasil menjadi skema ideal yang diusulkannya. “Bagi hasil pun dihitung dari penghasilan bersih. Itu yang fair,” sebutnya.
Menurut Edi Damansyah, konsep ini bukan sekadar menguntungkan daerah, tetapi juga memberikan ruang aman dan menarik bagi mitra untuk berinvestasi dan mengembangkan aset. (Adv)

