SAMARINDA: Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud menunjukkan komitmennya dalam memperjuangkan nasib tenaga non-Aparatur Sipil Negara (ASN) agar dapat diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda di Senayan, Jakarta, Selasa, 29 April 2025, Rudy meminta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengeluarkan kebijakan membuka peluang bagi tenaga non-ASN yang tidak tercatat dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN), namun telah mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024 dan tidak lulus.
“Termasuk mereka yang masa kerjanya kurang dari dua tahun hingga 31 Desember 2024. Harapan kami, mereka tetap bisa mengikuti seleksi dan diangkat menjadi PPPK, minimal sebagai PPPK paruh waktu, disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan ketersediaan formasi,” ujarnya.
Rudy memaparkan, jumlah ASN di lingkungan Pemprov Kaltim saat ini mencapai 14.365 orang.
Namun, dengan proyeksi pensiun sebanyak 7.348 ASN hingga tahun 2030, maka akan tersisa hanya 7.017 ASN.
“Pada tahun 2024, sebanyak 6.889 formasi PPPK telah disiapkan dan akan diangkat dalam dua tahap, di mana tahap II masih berlangsung,” jelasnya.
Dengan total formasi PPPK sebanyak 9.295, lanjut Rudy, atau yang akrab disapa Harum, saat ini masih terdapat kekurangan sekitar 2.306 formasi.
Dalam forum tersebut, Rudy Mas’ud juga menyampaikan beberapa usulan strategis kepada pemerintah pusat.
Di antaranya, meminta perluasan kewenangan provinsi dalam sektor pertanian, khususnya pengembangan dan penyediaan sarana dan prasarana pertanian, melalui penetapan regulasi yang mendukung tercapainya target ketahanan pangan tahun 2025.
Ia juga mengusulkan adanya program afirmasi dari kementerian terkait untuk pembangunan infrastruktur jalan yang menghubungkan wilayah-wilayah penghasil pertanian di Kaltim dengan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Lebih lanjut, Rudy meminta agar Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor kelautan dapat diberikan kepada pemerintah daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 111 dan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
Terkait kewenangan perizinan dan pemanfaatan ruang laut hingga 12 mil, Rudy menyoroti banyaknya pelanggaran terhadap aturan tersebut oleh peraturan menteri, padahal UU telah menetapkan hal itu sebagai kewenangan provinsi.
Ia menutup dengan menekankan bahwa potensi ekonomi dari wilayah laut sangat besar dan perlu dikelola secara optimal oleh daerah.
“Banyak sekali kegiatan pengolahan yang bisa kita ambil dari 12 mil itu. Nanti kita sampaikan,” pungkasnya.

