
SAMARINDA: Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur Ekti Imanuel menegaskan perlunya langkah konkret dalam menyelesaikan persoalan plasma sawit dan tambang di Kabupaten Kutai Barat.
Hal itu disampaikan saat menerima kunjungan kerja rombongan Tim II DPRD Kutai Barat ke DPRD Provinsi Kalimantan Timur pada Kamis, 21 Agustus 2025.
Dalam pertemuan itu, DPRD Kutai Barat membawa dua isu besar yang hingga kini belum terselesaikan. Pertama, masalah kewajiban perusahaan perkebunan sawit untuk merealisasikan plasma 20 persen yang banyak diabaikan.
Kedua, soal keselamatan jalan hauling tambang yang melintasi permukiman warga dan kerap memicu kecelakaan lalu lintas.
Ekti menuturkan, kunjungan DPRD Kutai Barat tidak semata menjalankan fungsi pengawasan, tetapi juga sebagai upaya mencari dukungan kelembagaan di tingkat provinsi agar penyelesaian masalah bisa lebih cepat.
“Di Kubar, persoalan sawit ini banyak perusahaan yang tidak komitmen terhadap kewajiban plasma 20 persen. Selain itu, ada kisruh soal ganti rugi lahan. Masyarakat mengaku dirugikan karena lahan yang mereka miliki masuk izin perusahaan, sementara patok sawit bahkan sampai ke tengah kampung,” ujar Ekti usai menerima rombongan.
Rombongan DPRD Kutai Barat yang berjumlah 30 orang itu terdiri atas anggota pansus sawit dan pansus tambang. Dalam pertemuan, mereka menyampaikan kegelisahan masyarakat akibat lemahnya pengawasan jalur hauling. Minimnya pos penjagaan disebut sebagai penyebab meningkatnya potensi kecelakaan lalu lintas.
“Beberapa kali terjadi insiden di jalan kabupaten akibat hauling tambang yang tidak ada pos penjagaan. Ini persoalan serius yang mereka sampaikan kepada kita di provinsi,” kata Ekti yang juga politisi Gerindra.
Menurutnya, pembentukan pansus sawit dan tambang oleh DPRD Kutai Barat merupakan langkah strategis untuk memperjuangkan kepentingan warga. Namun, ia mengingatkan agar hasil kerja pansus tidak berhenti pada rekomendasi, melainkan ditindaklanjuti secara menyeluruh.
“Saya sangat setuju dengan adanya pansus sawit dan tambang di Kubar. Selama prosesnya dijalankan dengan baik, hasilnya bisa jadi rekomendasi yang kuat, dan kami di provinsi siap mengawal,” tegasnya.
Ekti menilai, pertemuan itu tidak hanya membicarakan substansi masalah, tetapi juga mempererat hubungan kelembagaan antara DPRD provinsi dan kabupaten. Terlebih ia merupakan wakil rakyat dari daerah pemilihan Kutai Barat dan Mahakam Ulu, sehingga persoalan yang dibawa rombongan DPRD Kubar juga menjadi bagian dari tanggung jawab politiknya.
“Pertemuan seperti ini saya rindukan, karena sekaligus jadi ajang silaturahmi. Apa yang mereka sampaikan akan kami teruskan ke pemerintah provinsi dan gubernur agar ada tindak lanjut nyata,” sebutnya.
Kunjungan kerja Tim II DPRD Kutai Barat itu diharapkan mampu memperkuat sinergi antara pemerintah daerah dan pemerintah provinsi dalam mencari solusi atas persoalan klasik plasma sawit dan pertambangan yang selama ini menjadi sumber konflik berkepanjangan.
Sinergi tersebut dinilai penting agar penyelesaian tidak berhenti pada tataran wacana, melainkan benar-benar menghadirkan kepastian bagi masyarakat.
Menurut Ekti, tujuan akhir dari seluruh upaya itu adalah terciptanya kesejahteraan bagi warga Kutai Barat. Ia juga menegaskan bahwa program plasma sawit harus berjalan sesuai ketentuan, lahan masyarakat tidak boleh dirugikan, sementara aktivitas pertambangan wajib tunduk pada aturan agar tidak menimbulkan dampak yang membahayakan keselamatan warga.

