
BONTANG :DPRD Kota Bontang menggelar Audensi Pelaksanaan Harmonisasi Rancangan Peraturan Daerah Tahun Anggaran 2023, bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kalimantan Timur (Kemenkumham). Senin (29/5/2023).
Tampak hadir Ketua Komisi III Amir Tosina, Wakil Bapemperda M. Ridwan, Anggota Komisi I Raking dan Ketua Komisi II Rustam.
Rustam menyampaikan ada beberapa keluhan masyarakat yang seharusnya masuk produk perda di Kota Bantang. Ia mencontohkan, keluhan nelayan yang dalam undang-undang 0-12 mil dari bibir pantai merupakan kewenangan provinsi.
“Kami punya dana untuk membantu bibit ikan nelayan, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena ada aturan 0-12 mil dari bibir pantai kewenangan provinsi,” ungkap Rustam.
Selain itu, ada beberapa perda yang mandul seperti Perda Kota Bontang Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 18 huruf C tentang penyelenggaraan ketertibaan umum dan ketentramaan masyarakat serta perlindungan masyarakat.
Selain itu, perda Kota Bontang Nomor 10 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Lokal.
“Ini menjadi PR buat kita semua bagaimana perda-perda ini dapat berjalan dengan baik,” harapnya.
Kabid Hukum Kemenkumham Kaltim Mia Kusuma F, mengatakan tidak akan melanjutkan proses regulasi peraturan daerah yang bertentangan dengan suatu undang-undang.
“Sebagai lembaga yang melakukan sinkronisasi dan harmonisasi regulasi seluruh perundang-undangan yang ada di Indonesia, Kemenkumham tak akan melanjutkan proses regulasi yang dibuat pemda apabila bertentangan dengan undang-undang,”
Mia mengatakan ketika pembentukan peraturan menteri atau peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga negara lainnya, Kemenkumham selalu dilibatkan.
Tujuannya agar Kemenkumham memahami isunya sehingga mudah melakukan sinkronisasi dan harmonisasi regulasi.
Berdasarkan kewenangan yang dimiliki, Kemenkumham bisa menolak regulasi yang dibuat oleh pemerintah daerah sehingga ketika pemda ingin membuat rancangan peraturan daerah harus berkomunikasi dengan pemerintah pusat, asosiasi dan masyarakat.
“Tujuannya agar pemerintah tahu arah kebijakan tersebut untuk apa. Sebab, jangan sampai perda yang dibuat pemda malah menghambat pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Saat ini, tambah Mia, penting bagi pemerintah daerah dalam menyusun tidak bertabrakan dengan UU maupun perda yang sudah ada.
“Ketika Kemenkumham melakukan proses sinkronisasi dan harmonisasi ternyata regulasi tersebut bertentangan dengan undang-undang atau peraturan maka regulasi itu bisa dikembalikan,” ujarnya.
Mia menegaskan Perda yang dibuat harus selaras dengan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah pusat.
“Tugas pokok dan fungsi kami sebagai pengharmonisasian Perda yang akan dibuat,” terangnya.
Berdasarkan Pasal 58 UU 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Kemenkumham berwenang dalam pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah.
“Seluruh regulasi yang ada di daerah harus sesuai dengan UU yang berlaku, termasuk ketika pemda ingin membuat regulasi,” tandasnya. (*)

