
SAMARINDA: Ratusan rumah terendam banjir di Kecamatan Tabang, Kutai Kartanegara (Kukar) akibat curah hujan tinggi yang melanda wilayah hulu Sungai Mahakam, Jumat 20 Juni 2025 lalu.
Banjir ini memicu spekulasi publik tentang asal-usul genangan yang kerap terjadi di wilayah perbatasan Kukar–Samarinda, tanpa kejelasan tanggung jawab lintas pemerintah daerah.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, meminta agar polemik saling menyalahkan antara kabupaten dan kota tidak terus berlanjut.
Ia menilai persoalan banjir adalah isu struktural yang seharusnya dihadapi dengan mitigasi bencana yang terencana dan terintegrasi, bukan reaktif.
“Sejak awal saya katakan bahwa soal banjir, perubahan iklim, dan longsor itu kuncinya ada di mitigasi. Provinsi, kabupaten, hingga kota seperti Samarinda harus satu suara,” ujar legislator dari Fraksi Golkar Dapil Kukar tersebut, Senin 23 Juni 2025.
Menurutnya, topografi Kukar yang didominasi lahan rawa dan bantaran sungai menjadikan banjir sebagai bencana yang nyaris rutin.
Namun, Salehuddin menekankan bahwa persoalan ini bisa diantisipasi apabila mitigasi dijalankan secara serius.
“Banjir tahunan bahkan lima tahunan itu pasti ada. Tapi kalau mitigasi dijalankan, kita bisa minimalisir dampaknya,” tegasnya.
Ia menjelaskan, program mitigasi seharusnya melibatkan lintas sektor, termasuk Dinas PUPR PERA, Dinas Perhubungan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Bappeda.
Hal ini penting untuk menjamin jalur distribusi logistik seperti sembako tetap berjalan meski akses jalan tergenang air.
“Kita sering lihat daerah yang tergenang malah terisolasi. Ini berdampak pada distribusi bahan pokok, jadi harusnya semua pihak mulai dari dishub hingga perdagangan duduk satu meja,” katanya.
Salehuddin juga menyinggung pembangunan permukiman dan perbukitan di Samarinda yang menurutnya memperburuk kapasitas resapan air.
“Retensi air minim, di sisi lain ada tambang ilegal dan perumahan yang dibangun di atas area yang seharusnya untuk resapan. Samarinda tidak bisa dipaksakan jadi zona nol longsor, karena topografinya memang kompleks, begitupun Kukar,” jelasnya.
Ia menyarankan, daripada sekadar meninggikan jalan sebagai solusi sementara, lebih baik dilakukan pendekatan jangka panjang melalui kebijakan dan program konkret yang bersifat lintas wilayah dan lintas sektor.
“Bukan hanya peta mitigasi atau analisis, tapi harus dilanjutkan dengan pelaksanaan program dan kebijakan di lapangan,” tegasnya.
DPRD Kaltim berharap pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, mampu menyusun skema mitigasi banjir terpadu untuk mencegah kerugian berulang.
Salehuddin menyatakan, pemerintah harus lebih proaktif dan tidak menunggu sampai masyarakat menjadi korban.

 
		 

 
									 
					