
SAMARINDA: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Timur dipastikan tertekan pada 2026 setelah Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat dipangkas hingga 50 persen ke daerah. Pemangkasan tersebut diperkirakan membuat APBD Kaltim berkurang lebih dari Rp2 triliun.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi menegaskan kondisi ini memaksa pemerintah provinsi mencari sumber pembiayaan lain di luar DBH.
Salah satu opsi yang dinilai sah dan signifikan adalah melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) perusahaan tambang.
“Selama ini kita terlalu bergantung pada DBH. Kalau dipangkas 50 persen, jelas sangat berpengaruh terhadap program kita. Karena itu, kita harus mencari sumber lain yang sah, dan CSR atau PPM adalah hak daerah yang bisa dioptimalkan,” ujarnya saat diwawancarai Senin, 25 Agustus 2025.
Darlis mengakui selama ini pelaksanaan CSR dan PPM sering berjalan sendiri-sendiri, tanpa koordinasi yang baik dengan pemerintah daerah. Akibatnya, banyak program yang tidak tepat sasaran atau bahkan tumpang tindih dengan kegiatan yang sudah dibiayai APBD.
“Ke depan harus disinergikan supaya beban APBD lebih ringan, tapi kebutuhan masyarakat tetap terpenuhi,” jelasnya.
Menurut Darlis, forum bersama antara pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat menjadi kunci agar CSR lebih terarah.
Dengan begitu, dana CSR bisa dialokasikan ke kegiatan tertentu yang memang tidak perlu lagi ditanggung APBD.
Darlis menambahkan, pemangkasan DBH bisa berdampak langsung pada sejumlah program prioritas Pemprov Kaltim, termasuk program Gratispol.
Karena itu, keberadaan CSR dan PPM harus dioptimalkan agar program-program sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur desa tetap berjalan.
“APBD akan semakin berat jika hanya mengandalkan DBH. Jadi, CSR harus ikut menopang. Dengan begitu, masyarakat di tingkat desa tetap bisa merasakan manfaat pembangunan,” tegasnya.
Ia berharap, melalui forum-forum dialog dengan perusahaan, pengelolaan CSR dan PPM di Kaltim bisa lebih terarah, transparan, dan tidak sekadar memenuhi kewajiban formal perusahaan.

