SAMARINDA: Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kalimantan Timur (Kaltim), Muhammad Faisal, menegaskan bahwa media siber yang ingin menjalin kemitraan dengan pemeritah provinsi (Pemprov) harus memenuhi syarat verifikasi administrasi oleh Dewan Pers dan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Penegasan ini disampaikan Faisal saat membuka Musyawarah Daerah (Musda) ke-II Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kaltim, di Aula Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur Kaltim, Minggu (11 Mei 2025).
Faisal menjelaskan bahwa aturan tersebut telah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim Nomor 49 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Media Komunikasi Publik.
Dalam Pergub ini, disebutkan bahwa media yang ingin bermitra dengan pemerintah harus terverifikasi administrasi oleh Dewan Pers, memiliki badan hukum yang sah, struktur redaksi yang jelas, dan telah beroperasi minimal selama dua tahun.
“Kalau ingin bekerjasama dengan pemerintah, syarat minimalnya adalah sudah terverifikasi administrasi oleh Dewan Pers. Ini bukan semata tuntutan birokrasi, tapi bagian dari upaya menjaga kualitas dan integritas informasi publik,” tegasnya.
Faisal menyebut bahwa regulasi ini penting untuk menata ekosistem media digital yang semakin kompleks.
Dari sekitar 600 media daring yang beroperasi di Kaltim, hanya 43 yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers.
Ia pun mendorong media untuk bergabung ke dalam organisasi resmi seperti SMSI atau Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) guna memperkuat kapasitas kelembagaan dan profesionalisme.
Dalam kesempatan tersebut, Faisal juga mengkritik maraknya pencatutan berita oleh akun media sosial yang menyebarluaskan ulang konten media resmi tanpa konfirmasi atau penyajian konteks yang tepat. Praktik semacam ini, menurutnya, rawan menyebarkan informasi menyesatkan dan menciptakan hoaks.
“Banyak akun medsos yang asal comot dari portal berita, lalu digoreng dengan narasi sendiri tanpa akurasi. Ini tidak bisa dibiarkan. Ini berbahaya secara sosial,” tegasnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, Diskominfo Kaltim sedang menyusun program pembinaan literasi digital yang menyasar komunitas media sosial di kabupaten dan kota.
Program tersebut akan menggandeng SMSI dan JMSI sebagai mitra dalam memberikan edukasi seputar etika jurnalistik, verifikasi informasi, dan cara membedakan antara berita dan opini.
“Kita ajak mereka legal, berjejaring, dan belajar menyaring informasi. Kita bantu mereka paham apa itu berita, bagaimana akurasi dan verifikasi dijalankan, agar tidak mencederai masyarakat,” jelasnya.
Faisal menegaskan, di era media sosial seperti saat ini, siapa pun bisa menjadi penyebar informasi, namun tidak semua memahami tanggung jawab etikanya.
Di sinilah pentingnya kehadiran media profesional sebagai penyeimbang arus informasi.
“Kecepatan memang penting, tapi kaidah jurnalistik tetap harus dijaga. Kita tidak ingin hanya karena ingin cepat, lalu menyebar informasi yang tidak akurat,” ujarnya.
Ia menutup pernyataannya dengan harapan besar agar media lokal di Kaltim mampu menjadi teladan nasional dalam menjaga profesionalisme dan integritas, terutama dengan posisi strategis Kaltim sebagai pusat pemerintahan baru, Ibu Kota Nusantara.
“Kalau kita ingin dipercaya dan diakui, kita harus tunduk pada aturan. Terdaftar di Dewan Pers, ikut organisasi resmi, dan mampu menjaga etika. Itu syarat minimal agar kita dipercaya oleh publik dan mitra,” pungkasnya.

