

Samarinda – Berdasarkan surat edaran (SE) Kementerian Kesehatan RI Nomor SR.01.05/III/3461/2022, tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak. Peredaran dan penjualan obat sirup di seluruh apotek dan toko obat dihentikan sementara.
Hal tersebut menyusul adanya temuan kasus penggunaan obat sirup baru-baru ini diungkap menjadi salah satu penyebab penyakit gangguan ginjal akut misterius pada anak-anak.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda Damayanti menilai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kurang maksimal melakukan pengawasannya.
“Artinya telat betul gitu, setelah permasalahan itu datang baru dicari penyebabnya, berarti selama ini proses pengawasan sangat kurang,” jelasnya, Kamis (20/10/2022)
Dirinya mengatakan pengawasan BPOM terkait obat sirup seharusnya sudah menjadi tanggung jawab dasar serta perlu ditingkatkan terhadap efek samping ataupun dampak lain yang bisa di timbulkan oleh obat.
Ia menyampaikan segala instansi distributor obat, apotek dan toko obat dapat mematuhi serta mengawasi intrusi pemerintah terkait larangan penggunaan obat sirup tersebut.
“Jangan sampai apa yang dilakukan pemerintah pusat untuk tidak mendistribusikan obat sirup dan segala macam itu, tidak dilakukan. Ya jangan diedarkan,” harapnya.
Lebih lanjut, Damayanti menyayangkan persoalan tersebut baru ditindak lanjuti setelah obat sirup beredar sejak lama serta ada temuan kasus gagal ginjal pada anak.
“Saya secara pribadi ini sangat disayangkan, karena sudah di pasarkan sejak lama kenapa baru timbul isu seperti itu, setelah ada permasalahan gagal ginjal,” tandasnya.

