
SAMARINDA: Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) resmi mengawali masa kerja pembahasan di lingkungan DPRD Kalimantan Timur.
Pembahasan perdana yang berlangsung di Ruang Rapat Gedung E DPRD Kaltim pada Senin, 28 Juli 2025 itu menjadi titik tolak awal konsolidasi antarlembaga, dalam rangka melahirkan regulasi lingkungan yang komprehensif dan responsif terhadap tantangan ekologi di daerah.
Ketua Pansus Raperda PPPLH, Guntur, menegaskan bahwa proses awal ini bukan sekadar kegiatan seremonial pembukaan kerja pansus, melainkan langkah awal strategis untuk menyelaraskan substansi peraturan dengan realitas yang dihadapi masyarakat Kalimantan Timur.
Ia menyebut konsolidasi dengan pemerintah daerah sebagai elemen penting agar isi regulasi tidak bersifat normatif semata, melainkan mampu menjawab dinamika faktual di lapangan.
“Agenda ini juga mencakup pemetaan isu strategis, identifikasi kebutuhan pengaturan, serta koordinasi lintas lembaga, termasuk dengan KLHK,” ujar Guntur.
Menurut Guntur, Pansus akan mencermati berbagai dimensi yang selama ini menjadi hambatan dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kalimantan Timur.
Ia menekankan perlunya kejelasan dalam delineasi kewenangan antarpemangku kepentingan, termasuk pada ranah tata kelola hutan, pengendalian pencemaran, dan perizinan lingkungan.
Pemetaan ini, lanjutnya, menjadi landasan utama agar produk hukum daerah yang disusun tidak tumpang tindih dan tetap relevan dalam konteks nasional.
Ia juga menyoroti pentingnya menjadikan partisipasi masyarakat sebagai bagian dari mekanisme perlindungan lingkungan. Dalam pandangannya, regulasi yang mengabaikan ruang partisipasi publik justru akan berisiko melanggengkan konflik ekologis yang kerap muncul akibat ketimpangan akses terhadap sumber daya alam.
DPRD Kalimantan Timur, menurut Guntur, memiliki komitmen kuat untuk menghadirkan regulasi yang tidak hanya adaptif terhadap persoalan lingkungan, tetapi juga berkelanjutan dari sisi pelaksanaan.
Ia menilai bahwa pembangunan daerah tidak bisa terus berlangsung dengan mengorbankan fungsi-fungsi ekologis yang menjadi penyangga kehidupan masyarakat.
“DPRD Kaltim berkomitmen menghadirkan regulasi berkelanjutan yang mampu menjawab tantangan lingkungan, sekaligus memperkuat sinergi antara semua pemangku kepentingan,” sebutnya.
Dalam kerangka itu, Pansus membuka ruang dialog dengan berbagai sektor, baik organisasi lingkungan, akademisi, maupun pelaku industri, sebagai bentuk pendekatan multiaktor dalam merumuskan regulasi.
Kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga dipandang esensial agar produk peraturan daerah nantinya tidak bertentangan dengan norma dan kebijakan di tingkat nasional.
Politikus PDI Perjuangan itu berharap pembahasan Raperda PPPLH ini dapat berjalan efektif dan tuntas sesuai jadwal. Ia menilai, kehadiran regulasi ini sangat mendesak mengingat tekanan terhadap daya dukung lingkungan di Kalimantan Timur yang terus meningkat akibat ekspansi industri ekstraktif, konversi lahan, dan perubahan iklim.
Ia pun menggarisbawahi bahwa Peraturan Daerah tentang PPPLH nantinya harus memiliki daya paksa yang kuat dalam menegakkan prinsip keadilan ekologis.
Tidak hanya sebatas dokumen hukum yang bersifat administratif, tetapi juga sebagai alat kontrol terhadap praktik pembangunan yang abai terhadap keberlanjutan.
“Kita Raperda ini tidak hanya menjawab kebutuhan jangka pendek, tetapi menjadi pijakan untuk masa depan lingkungan Kalimantan Timur yang lebih lestari,” pungkas Guntur.

