BOGOR : Jumlah koperasi di Indonesia mencapai 127.846 unit, berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) meningkat sebanyak 0,56 persen di tahun 2021. Namun sejauh ini, kontribusi bisnis koperasi terhadap Product Domestic Bruto (PDB) Indonesia sangat rendah atau tidak lebih tinggi dari 5,1 persen. Di satu sisi, penipuan berkedok koperasi terbilang fantastik, mencapai triliunan rupiah.
“Sampai sekarang, kontribusi koperasi terhadap PDB kita masih rendah jika dibandingkan dengan negara serumpun seperti Thailand sebesar 7 persen dan Singapura 10 persen. Terlebih jika dibandingkan dengan Perancis dan Belanda 18 persen serta Selandia Baru 20 persen,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, dalam “Mikro Forum – Forwada Discussion Series 2023 – Pengawasan Koperasi Pasca UU P2SK”, Rabu (1/2/2023), di Family Resto D’Kampoeng Gunung Putri, Bogor.
Selain PDB yang masih rendah, menurut Anis Byarwati, banyak bisnis berkedok koperasi seperti diketahui, angka kerugian praktik penipuan koperasi terbilang fantastik, mencapai triliunan rupiah. Antara lain, Koperasi Langit Biru berhasil menghimpun dana Rp 6 triliun, Koperasi Cipaganti Rp 3,2 triliun, dan Pandawa Rp 3,3 triliun. Kemudian, Koperasi Indosurya sebesar Rp 106 triliun. Ini disebut sebagai kasus penipuan terbesar di Indonesia.
“Untuk ukuran koperasi, angka penipuan berkedok investasi tersebut tergolong luar biasa. Sedihnya, para pelaku divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat,” ujar Anis.
Berpulang pada kondisi yang meresahkan masyarakat tersebut, Anis Byarwati berharap kehadiran Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang baru disahkan pada 15 Desember 2022 lalu, sejatinya bakal membawa perubahan lebih baik bagi masa depan bisnis perkoperasian di Indonesia.
Lantaran itu, lanjut dia, selain ingin mengerek angka kontribusi tersebut, ketentuan bisnis koperasi dalam UU P2SK juga diharapkan dapat meminimalisir praktik penipuan investasi “berkedok” koperasi, yang meresahkan masyarakat.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah yang dibentuk oleh Kementerian Koperasi dan UKM menilai, berbagai kasus penipuan tersebut muncul akibat minimnya pengawasan operasional bisnis koperasi.
Untuk itu, perlu pembaharuan dari sisi regulasi dan payung hukum keberadaan koperasi dalam UU No. 25 Tahun 1992.
“Pengawasan koperasi dalam UU tersebut, dianggap salah karena mindset-nya tidak digolongkan sebagai lembaga keuangan.

