
SAMARINDA: Menjelang tahun ajaran baru 2025/2026, Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Damayanti, menyoroti ketimpangan fasilitas dan kualitas sekolah sebagai penyebab utama persoalan dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di daerah.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, Selasa, 10 Juni 2025, Damayanti menekankan pentingnya pemerataan kualitas pendidikan antar sekolah di seluruh kabupaten dan kota.
“Permasalahan SPMB ini sebenarnya terletak pada bagaimana pemerataan kualitas di masing-masing sekolah. Jika kualitas sekolah di setiap kabupaten kita rata, maka permasalahan ini, insyaallah, tidak akan terjadi,” ujarnya dalam forum yang digelar di Gedung E DPRD Kaltim.
Sebagai legislator yang baru duduk di DPRD Kaltim, Damayanti mengaku bahwa isu pendidikan, terutama SPMB, menjadi keluhan utama masyarakat di daerah pemilihannya, Kota Balikpapan.
Ia membeberkan bahwa hanya sekitar 51 persen lulusan SMP di Balikpapan yang dapat tertampung di SMA negeri.
Kondisi ini diperparah dengan ketimpangan distribusi sekolah.
“Di Balikpapan Tengah, misalnya, tidak ada sekolah negeri. Jadi bagaimana anak-anak yang tinggal di sana bisa memenuhi syarat domisili 30 persen kalau memang tidak ada sekolahnya di wilayah mereka?” ujar Damayanti.
Menurutnya, hal ini harus menjadi bahan evaluasi dan perencanaan jangka panjang dalam pembangunan pendidikan, termasuk penambahan sekolah baru dan peningkatan kapasitas sekolah yang sudah ada.
Damayanti juga menyoroti persepsi masyarakat terhadap sekolah negeri tertentu yang dianggap lebih unggul, terutama di kota-kota besar seperti Samarinda.
Ia menilai, kesenjangan kualitas guru dan fasilitas masih menjadi faktor utama.
“Bagaimana kita membangun persepsi masyarakat bahwa semua sekolah punya kualitas yang sama? Itu bisa dilakukan dengan pemerataan tenaga pendidik dan fasilitas. Jangan sampai hanya beberapa sekolah saja yang dianggap unggulan,” tegasnya.
Ia mendorong adanya kebijakan terstruktur untuk memastikan semua sekolah memiliki kualitas pendidikan yang setara agar penerimaan siswa tidak menumpuk di sekolah-sekolah tertentu.
Selain soal sekolah negeri, Damayanti turut menyoroti keberlanjutan program Gratispol yang dicanangkan Gubernur Kaltim.
Ia mempertanyakan apakah program tersebut juga mencakup siswa yang masuk sekolah swasta karena tidak tertampung di sekolah negeri.
“Kalau anak-anak kita tidak mendapat tempat di sekolah negeri dan terpaksa masuk swasta, apakah mereka tetap bisa mendapatkan bantuan lewat Gratispol? Karena di Balikpapan, biaya sekolah swasta cukup tinggi,” katanya.
Menurutnya, subsidi pendidikan bagi siswa swasta bisa menjadi solusi jangka pendek, sambil menunggu perbaikan sistem dan kapasitas sekolah negeri ke depan.
Mengakhiri pernyataannya, Damayanti menekankan bahwa pembangunan sumber daya manusia (SDM) adalah fondasi utama keberhasilan Kalimantan Timur, terutama menghadapi arus migrasi tenaga kerja dari luar daerah.
“Jangan sampai Kaltim hanya dikuasai oleh orang luar. Anak-anak kita harus jadi bagian dari pembangunan di daerahnya sendiri,” pungkasnya.

