

KUTIM: Plt Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutai Timur (Kutim) Kalimantan Timur (Kaltim) Ronny Bonar mengungkapkan salah satu tantangan kritis yang dihadapi oleh kader di lapangan dalam upaya penanggulangan stunting.
Menurutnya, sebagian besar kader terkendala oleh keterbatasan alat untuk mengukur bayi secara akurat, mengakibatkan penggunaan metode manual yang rentan terhadap ketidaksempurnaan.
“Beberapa kader kadang-kadang terpaksa menggunakan pengukuran manual karena kami masih kekurangan alat yang memadai. Ini menjadi masalah serius dalam memastikan data yang akurat,” ujar Ronny Bonar saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (23/11/2023).
Pentingnya penggunaan alat yang tepat dalam pengukuran pertumbuhan bayi menjadi krusial dalam menentukan langkah-langkah pencegahan stunting.
Ronny Bonar menyebutkan rencana untuk mengatasi permasalahan ini dengan menyambungkan alat, antripomentri, dan laptop langsung ke Aplikasi Stunting.
“Kami berencana untuk meningkatkan efisiensi dengan mengkoneksikan peralatan langsung ke Aplikasi Stunting. Namun, kita dihadapkan pada kendala peraturan yang melarang penggunaan antropometri di luar Dinkes,” ulasnya.
“Jadi kita tercover tertolong karena apk itu untuk membuktikan saja. Sementara ini antropometri hanya bisa diberikan di Posyandu itu pun ada bantuan dari pemerintah pusat,” tambahnya.
Keterbatasan dana untuk antripomentri di Posyandu juga menjadi tantangan serius, karena bantuan dari pemerintah pusat belum mencukupi.
“Saya tidak tahu berapa jumlah antropometri yang ada di Puskesmas, apakah itu alat baru atau lama, dan perlu dikalibrasi ulang. Ini menjadi fokus kami untuk memastikan kualitas data yang dihasilkan,” katanya.
Selain itu, permasalahan teknis seperti pengisian elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM) juga menjadi hambatan. Meskipun diharapkan dapat digunakan melalui perangkat HP, kenyataannya masih memerlukan pengisian manual.
“Ini bukan hanya kendala teknis tetapi juga kendala dalam penggunaan aplikasi di lapangan. Tidak semua orang bisa menggunakan e-PPGBM, dan itu mempengaruhi kualitas data yang diinputkan,” tegas Ronny Bonar.
Sementara harapan tertuju pada solusi teknologi yaitu Aplikasi Stunting. Penyelesaian masalah regulasi dan dukungan pemerintah pusat menjadi kunci untuk memastikan keberhasilan program penanggulangan stunting di Kutai Timur. (*)

