JAKARTA: Percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem di desa telah diamanatkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025. Percepatan tersebut harus segera direalisasikan oleh jajaran Kabinet Merah Putih.
Menindaklanjuti Inpres tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) akan bekerja sama untuk mempercepat pelaksanaan program pengentasan kemiskinan yang dilakukan melalui Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih.
Sebagai langkah awal, menurut Menteri Koperasi dan UKM Budi Arie Setiadi, dibutuhkan sinkronisasi data desa dan potensi desa yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh Kopdes/Kel Merah Putih untuk digali dan dikembangkan.
Ia menegaskan pentingnya peran data sebagai landasan kebijakan agar pengentasan kemiskinan dapat lebih tepat sasaran.
Salah satu instrumen utama dalam upaya tersebut adalah melalui pembentukan dan penguatan Kopdes/Kel Merah Putih, yang diarahkan untuk menyasar langsung kantong-kantong kemiskinan.
“Kopdes/Kel Merah Putih ini bisa memberikan dampak sosial yang nyata seperti pengurangan kemiskinan, pemutusan rantai distribusi yang panjang, dan berbagai dampak positif lainnya,” ujar Menkop Budi Arie saat menerima audiensi Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti.
Diharapkan setelah audiensi tersebut, akan dilakukan pendalaman lebih lanjut terkait sinkronisasi data desa di seluruh Indonesia, termasuk profil kemiskinan di tingkat desa. Data ini nantinya dapat digunakan oleh pengelola Kopdes/Kel Merah Putih dalam merumuskan arah dan strategi bisnis yang dijalankan.
“Kunci keberhasilan program ini adalah kerja sama antarkementerian dan lembaga. Komunikasi adalah kuncinya,” lanjut Menkop Budi Arie pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Sementara itu, Wakil Menteri Koperasi dan UKM Ferry Juliantono juga menyoroti pentingnya dukungan data desa dari BPS. Ia menyatakan bahwa Kopdes/Kel Merah Putih sangat membutuhkan profil desa untuk memetakan potensi-potensi yang dapat dikembangkan oleh koperasi.
Termasuk dalam hal penyaluran berbagai komoditas strategis yang disubsidi pemerintah, agar lebih tepat sasaran.
“Kami butuh dukungan dari BPS. Misalnya untuk penyaluran pupuk subsidi, kami perlu tahu berapa luas lahan pertanian dan jumlah petaninya. Dengan data yang akurat, distribusi bisa lebih tepat,” ujar Ferry.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menegaskan bahwa BPS telah memiliki beragam data penting terkait profil desa secara nasional, termasuk potret kemiskinan di tingkat desa.
Berdasarkan data BPS per Maret 2025, angka kemiskinan nasional tercatat sebesar 23,85 juta jiwa, turun dari 24,06 juta jiwa pada September 2024. Dari jumlah tersebut, jika diurai lebih lanjut, kemiskinan ekstrem secara nasional mencapai 2,38 juta jiwa, atau turun 0,40 juta jiwa dibandingkan Maret 2024.
Data-data ini tersedia hingga tingkat desa, sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk merumuskan kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih tepat sasaran.
“Kami melihat Program Kopdes/Kel Merah Putih memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi desa. Dengan data koperasi yang mengalir, kita nantinya bisa merekam seberapa jauh kontribusi Kopdes/Kel Merah Putih terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Amalia.
Sebagai upaya meningkatkan akurasi data hingga ke tingkat desa, BPS juga memiliki Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang menggabungkan data sosial dan ekonomi dari berbagai sumber, guna memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan terintegrasi.
DTSEN ini juga dapat dijadikan rujukan dalam menentukan arah kebijakan terkait upaya pengentasan kemiskinan ekstrem, terutama di wilayah pedesaan.
Untuk mendukung keberlanjutan program Kopdes/Kel Merah Putih, BPS membuka peluang penyediaan aplikasi pendataan koperasi secara khusus. Data-data tersebut nantinya dapat di-overlay dengan data Sensus Pertanian maupun data Potensi Desa (Podes) yang selama ini dikembangkan dan dikelola oleh BPS.

