SAMARINDA: Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat sebanyak 253 akses masyarakat terkait pengaduan dan konsultasi pelayanan publik sepanjang Januari hingga Juni 2025.
Data ini menunjukkan meningkatnya partisipasi warga Kaltim dalam mengawasi kinerja instansi pemerintah dan menegakkan prinsip pelayanan publik yang adil dan akuntabel.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kaltim, Mulyadin, menjelaskan bahwa akses masyarakat tersebut masuk melalui berbagai saluran, seperti kunjungan langsung ke kantor di Samarinda dan Balikpapan, sambungan telepon, surat, email, serta layanan WhatsApp Center.
“Angka ini mencerminkan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan hak-haknya sebagai pengguna layanan publik, dan Ombudsman terus berkomitmen menindaklanjuti setiap laporan yang masuk,” ujar Mulyadin.
Dari total 253 akses tersebut, sebanyak 119 di antaranya merupakan Laporan Masyarakat (LM), dengan 109 laporan diterima langsung oleh kantor Ombudsman Kaltim.
Selain itu, tercatat 10 laporan masuk melalui Respon Cepat Ombudsman (RCO), 94 berupa Konsultasi Non Laporan (KNL), dan 41 berbentuk surat tembusan kepada penyelenggara layanan yang juga disampaikan ke Ombudsman.
Tak hanya itu, lembaga pengawas layanan publik ini juga menginisiasi satu Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS), khususnya untuk kasus dugaan pungutan liar di sektor pendidikan.
Dari laporan yang telah ditindaklanjuti, Laporan Masyarakat tetap mendominasi dengan 92 laporan (89,3%), diikuti 10 laporan dari RCO (9,7%), dan 1 laporan dari IAPS (1,0%).
Berdasarkan analisis dugaan jenis maladministrasi, kasus ‘Tidak Memberikan Pelayanan’ menempati posisi teratas dengan 73 laporan atau 70,9% dari total laporan masyarakat.
Berikutnya adalah Penyimpangan Prosedur sebanyak 13 laporan (12,6%), Penundaan Berlarut sebanyak 8 laporan (7,8%), serta Pengabaian Kewajiban Hukum dengan 6 laporan (5,8%).
Terdapat pula 2 laporan terkait Perbuatan Melawan Hukum (1,9%) dan 1 laporan mengenai Penyalahgunaan Wewenang (1,0%).
“Ini menunjukkan bahwa masih banyak instansi pelayanan publik yang belum maksimal memberikan pelayanan sebagaimana mestinya,” kata Mulyadin.
Dari sisi substansi laporan, isu infrastruktur menjadi keluhan terbanyak dengan 47 laporan (45,6%), disusul oleh Hak Sipil dan Politik sebanyak 18 laporan (17,5%), Agraria (13 laporan / 12,6%), dan Pendidikan (11 laporan / 10,7%).
Data ini menunjukkan bahwa persoalan mendasar dalam pembangunan fisik dan pemenuhan hak dasar masih menjadi perhatian utama masyarakat.
Sebagai bentuk pencegahan, Ombudsman Kaltim juga tengah melakukan kajian bertema “Potensi Maladministrasi dalam Tata Kelola Permohonan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam Batuan di Provinsi Kalimantan Timur”.
Kajian tersebut saat ini berada dalam tahap deteksi awal dan menjadi bagian dari strategi pencegahan maladministrasi yang lebih sistematis dan komprehensif.
“Kami tidak hanya menunggu laporan. Pencegahan juga menjadi fokus kami agar maladministrasi tidak terjadi sejak awal,” ungkap Mulyadin.
Mulyadin mengajak masyarakat Kaltim untuk tidak ragu menyampaikan pengaduan jika menemukan indikasi pelayanan publik yang tidak sesuai dengan aturan atau etika administrasi negara.
Ia menekankan pentingnya peran serta warga dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan profesional.
“Partisipasi masyarakat sangat penting dalam mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik,” tutupnya.

