SAMARINDA : Kekerasan dan diskriminasi terhadap jurnalis perempuan menjadi isu serius yang diangkat dalam diskusi publik bertajuk “Jurnalis Perempuan Lawan Kekerasan dan Diskriminasi: Wujudkan Lingkungan Aman bagi Jurnalis Perempuan Samarinda” di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Timur, Kamis (5/12/2024).
Acara ini diinisiasi oleh Perempuan Mahardika Samarinda, bertepatan dengan momentum kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP).
Ketua PWI Kaltim, Abdurahman Amin, menekankan pekerjaan jurnalis, baik untuk laki-laki maupun perempuan, sangat rentan terhadap risiko. Namun, bagi perempuan, tantangannya berlipat ganda.
“Pekerjaan ini tidak memandang gender. Tapi perempuan menghadapi dua kali lipat tantangan. Oleh karena itu, penting bagi kita memiliki pemahaman bersama untuk melindungi,” ujar Abdurahman.
Ia juga menyoroti kehadiran jurnalis perempuan adalah sebuah keistimewaan dalam dunia jurnalistik.
“Perempuan membawa perspektif yang berbeda, terutama dalam liputan human interest. Tulisan mereka yang ditulis dengan sentuhan perasaan memiliki ‘ruh’ yang lebih kuat,” tambahnya.
Ia berharap kegiatan ini tidak hanya bicara tentang perundungan perempuan di lapangan tapi harus mampu memaksimalkan potensi yang ada pada perempuan.
Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber, yaitu Tri Wahyuni (Ketua FJPI Kaltim), Noviyatul Chalimah (Aliansi Jurnalis Independen Samarinda), dan Disya Halid (Paralegal Perempuan Mahardika Samarinda), dengan Refinaya dari Perempuan Mahardika Samarinda sebagai moderator.(*)

