
BONTANG : Kawasan Industri Bontang (KIB) yang diharapkan menjadi pilar investasi Kota Bontang Kalimantan Timur (Kaltim), tampaknya belum berhasil menarik minat investor secara maksimal.
Salah satu kendala utama yang menghambat pengembangan kawasan ini adalah harga lahan yang dinilai terlalu rendah oleh masyarakat setempat, sehingga menyebabkan ketidakpuasan dan hambatan dalam proses pembebasan lahan.
Anggota Komisi B DPRD Kota Bontang Suharno menekankan perlunya penyesuaian harga lahan agar sesuai dengan ekspektasi masyarakat.
Ia menjelaskan harga yang ditawarkan untuk lahan di kawasan KIB hanya berkisar antara Rp10.000 hingga Rp12.000 per meter persegi, sangat jauh di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di kawasan Bontang Lestari yang mencapai Rp105.000 per meter persegi.
“Harga lahan di KIB perlu disesuaikan dengan NJOP yang berlaku agar masyarakat tidak merasa dirugikan dan proses pembebasan lahan berjalan lebih lancar,” ujar Suharno, Minggu (3/11/2024).
Saat ini, dari total 1.102 hektar lahan yang disiapkan untuk pengembangan KIB, baru sekitar 64 hektar yang siap digunakan.
Sementara sisanya masih membutuhkan proses pembebasan lahan serta pembangunan infrastruktur pendukung. Keterbatasan infrastruktur ini pun turut menjadi perhatian utama bagi para investor.
Menurut Suharno, infrastruktur yang memadai sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para pengusaha yang ingin menanamkan modal di KIB. Tanpa infrastruktur yang memadai, minat investor diyakini akan sulit tumbuh.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) guna menggali lebih dalam masalah yang dihadapi KIB dan mencari solusi yang lebih tepat,” tegasnya.
Di sisi lain, Kepala DPMPTSP Kota Bontang, Muhammad Aspiannur, mengungkapkan faktor lain yang turut berpengaruh pada minat investor adalah ketidakpastian arah kebijakan pemerintah, terutama di tahun politik seperti saat ini.
Menurut Aspiannur, investor cenderung mengambil sikap menunggu hingga terdapat kepastian arah kebijakan dari pemerintah. Hal ini tidak hanya dialami Bontang, tetapi juga menjadi fenomena umum di banyak daerah lain di Indonesia yang sedang bersiap menghadapi Pemilu.
“Investor tampaknya masih menunggu kepastian arah kebijakan dari kepemimpinan sekarang. Ini bukan hanya terjadi di Bontang, tetapi juga di daerah lain karena tahun politik,” kata Aspiannur.
Menanggapi berbagai kendala tersebut, DPRD Kota Bontang bersama dengan DPMPTSP berencana mengadakan pertemuan untuk membahas langkah konkret yang dapat ditempuh.(*)

