BALIKPAPAN : Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan pengawasan Bursa Karbon sebagai bagian tugas OJK.
Pengawasan ini bertujuan untuk mendukung upaya pemerintah mencapai target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Target tanpa syarat (usaha sendiri) sebesar 31,89 persen dan bersyarat (partisipasi internasional) 43,2 persen tahun 2023 sesuai dokumen Enhanced NDC tahun 2022.
Demikian Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara, diseminar nasional bertema “Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Bursa Karbon di Indonesia” di Balikpapan, Senin (14/8/2023).
Seminar berlangsung dua hari (14-15/8), sebagai upaya bersama mendukung pencapaian target nasional.
“Jadi Indonesia, utamanya Kalimantan, Papua, Sumatera, kontribusinya terhadap pengurangan emisi Gas Rumah Kaca ini luar biasa,” tutur Mirza.
Diakui masih banyak upaya yang harus dilakukan dunia, termasuk Indonesia untuk bisa mengurangi
Emisi Gas Rumah kaca untuk sustainability dunia.
Menurut Mirza, dengan berlakunya Undang-Undang No.4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), OJK telah memperoleh amanat baru, sebagai otoritas yang akan mengatur dan mengawasi Bursa Karbon di
Indonesia.
“POJK yang akan menjadi aturan pendukung, dalam penyelenggaraan perdagangan karbon melalui bursa karbon dan Surat Edaran OJK (SEOJK) sebentar lagi terbit,” jelas Mirza.
Pihaknya optimisme bisa mencapai target penyelenggaraan perdana unit karbon di Bursa
Karbon pada kuartal empat tahun ini.
Dikatakan, untuk mendorong suksesnya penyelenggaraan perdana unit karbon di
Bursa Karbon, telah terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara, yang berpotensi ikut perdagangan karbon tahun ini.
Jumlah ini setara dengan 86 persen, dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia.
Selain dari subsektor pembangkit listrik, perdagangan karbon di Indonesia, juga akan
diramaikan oleh sektor lain yang akan bertransaksi di bursa karbon.
Seperti sektor kehutanan, perkebunan, migas, industri umum, dan lain sebagainya.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor menyampaikan apresiasi, dukungan, harapannya terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut.
“Saya berharap acara ini berjalan dengan mulus dan menghasilkan rumusan-rumusan yang sederhana, dan dapat dilaksanakan,” katanya.
“Tidak hanya dalam bentuk tulisan dokumen,
tapi memang benar dapat dilaksanakan, diimplementasikan,” ujar Isran.
Isran juga menyampaikan, bahwa implementasi pengurangan emisi Gas Rumah Kaca ini harus memegang teguh prinsip keadilan, di mana telah terdapat juga komitmen negara maju mengenai hal dimaksud terhadap negara berkembang.
“Negara maju akan memberikan kompensasi yang adil, bagi negara berkembang yang dapat menurunkan emisinya,” ujarnya.
Ia meyakini, Indonesia, bisa berkontribusi dalam
penurunan atau pengurangan emisi Gas Rumah Kaca di dunia. Karena jika berbasis lahan, Indonesia terbesar di dunia, setelah Brazil dan Congo,” tukas Isran.
Seminar serupa juga telah dilaksanakan di Surabaya. Akan berlanjut di Makassar, Medan, dan Jambi.
Diharapkan dari seminar ini dapat membantu
masyarakat umum dan pemangku kepentingan memahami peranan setiap lembaga yang terlibat dalam ekosistem perdagangan karbon.
Termasuk peranan regulator, pengembang proyek, konsultan, lembaga akreditasi, lembaga
validasi/verifikasi, akademisi dan lainnya.
Sehingga bursa karbon Indonesia dapat menjadi bursa karbon terpercaya, terbesar dan berkontribusi bukan hanya untuk kepentingan nasional tetapi juga terhadap program pengurangan emisi
GRK secara global. (*)

