
BONTANG: Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris meminta Tenaga Kerja Daerah (TKD) yang mencalonkan sebagai anggota legislatif dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024, untuk tidak dipecat atau diberhentikan sebagai tenaga honor.
Hal itu disampaikan Agus Haris dalam rapat kerja pimpinan dan anggota DPRD Bontang, bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bontang, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Inspektorat Daerah, Kesbangpol, dan Bagian Hukum Sekretariat Daerah, pada Senin (22/5/2023) di Hotel Sintuk.
Agus Haris mengusulkan hal tersebut lantaran kalau mengacu pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tenaga honorer tidak masuk dalam profesi yang dilarang maju sebagai calon legislatif (bacaleg).
Namun yang mengganjal mereka ada dalam poin perjanjian kerja sama, yakni pasal 6, yang menjelaskan pegawai honorer dilarang berpolitik praktis.
Agus Haris menilai poin tersebut tidak memiliki payung hukum yang jelas baik itu yang bersifat Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah hingga aturan daerah.
“Ini yang masih jadi soal. Nah di perjanjian kerja sama kok tidak boleh. Sementara di PKPU tidak ada larangan. Makanya Pemkot Bontang harus menjelaskan alasan larangan di dalam kontrak honorer,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ia juga mengusulkan agar TKD yang menjadi bacaleg diberikan kesempatan hingga batas Daftar Caleg Tetap (DCT) ditetapkan KPU Bontang.
“Setelah DCT ditetapkan mereka minta cuti sementara. Jangan dipecat dan posisinya jangan digantikan kepada orang lain,” pintanya.
Ketua KPU Bontang Erwin mengatakan mereka yang ikut pemilu yang wajib mundur, pada pasal 11 ayat satu huruf K, yakni kepala daerah, wakil kepala daerah, TNI, Polri, ASN, direksi, komisaris, atau yang pendapatannya bersumber keuangan negara.
Sehingga diluar dari pada item itu tidak wajib untuk mundur. Kecuali, ada aturan berbeda bakal calon legislatif masing-masing daerah.
“Kalau di dalam aturan kami TKD tidak dilarang. Bahkan dalam aturan Kemenkeu dalam 70 profesi yang dilarang tidak ada,” terang Erwin.
Sementara itu, Kepala Bidang Penilaian Kerja BKPSDM Bontang Arif Supriyadi mengatakan tenaga kontrak daerah tidak boleh berpolitik praktis. Hal itu sesuai dengan perjanjian kontrak kerja antara pihak pertama dan kedua.
“Ini satu-satunya acuan agar TKD memiliki ketentuan yang sama seperti ASN dan PPPK soal larangan berpolitik praktis,”terangnya.
Sebab di dalam aturan baik tingkat nasional hanya berbicara soal ASN, dan PPPK. Untuk itu Pemkot Bontang memasukkan poin salah satunya di pasal 6 dalam perjanjian kerja untuk TKD harus bersifat netral.

